Riset: 87,5% Sampah Plastik Fleksibel di DKI Jakarta Tak Didaur Ulang
Hasil riset perusahaan pengelola sampah, Waste4Change, menemukan bahwa sebagian besar sampah plastik fleksibel di DKI Jakarta tak didaur ulang dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah plastik dinilai memiliki peran besar dalam isu pencemaran sungai di Indonesia.
“Dari hasil riset Waste4Change di 5 kotamadya DKI Jakarta, kami menemukan bahwa 87,52% atau 244,72 ton timbulan sampah plastik fleksibel per hari masih berakhir di TPA,” kata Consulting Manager Waste4Change Anissa Ratna Putri dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (19/7).
Hasil riset Waste4Change menunjukkan hanya 2,99% sampah plastik fleksibel yang didaur ulang, sisanya sebesar 0,78% diproses di pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), dan 8,72% tidak terkelola.
Dikutip dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021, total timbulan sampah plastik dalam negeri mencapai 11,5 juta ton per tahun atau sekitar 17% dari total produksi sampah nasional.
Sedangkan menurut data World Economic Forum- National Plastics Action Partnership (WEF-NPAP) dan SYSTEMIQ pada 2022, sampah plastik fleksibel mendominasi tiga perempat atau 76% dari sampah plastik yang bocor ke lingkungan Indonesia.
Plastik fleksibel adalah jenis plastik yang paling sulit untuk didaur ulang. Alur material sampah plastik fleksibel di Jakarta yaitu monolayer, gabungan multilayer plastik dan logam, multilayer plastik dan plastik, serta multilayer plastik dan kertas.
Beberapa timbulan sampah plastik fleksibel yang saat ini sudah memiliki nilai di pasar daur ulang antara lain beberapa jenis monolayer tertentu seperti kantong plastik dan jenis multilayer plastik-plastik tertentu seperti kemasan refill minyak goreng.
Eka Hilda selaku Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Direktorat Pengurangan Sampah KLHK menyebutkan bahwa salah satu tujuan diresmikannya Peraturan Menteri LHK P.75 tahun 2019 Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen adalah untuk mengendalikan timbulan sampah plastik fleksibel di Indonesia.
Melalui peraturan ini, produsen diminta untuk melakukan pembatasan timbulan sampah, daur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Dia menambahkan bahwa beleid ini sudah selaras dengan resolusi United Nations Environment Assembly (UNEA): End Plastic Pollution dan circullar economy.
“Harapannya dengan adanya peraturan ini (Permen LHK P.75/ 2019), produsen bisa menyampaikan detail dan sifat bahan kemasan serta Dokumen Perencanaan terkait upaya penarikan kembali dan pengumpulan sampah kemasan pasca pakainya. Sehingga bisa mendorong penanganan sampah kemasan secara lebih terarah,” kata Eka.
Bukan hanya pemerintah, saat ini, sudah terdapat beberapa inisiatif dari komunitas dan masyarakat yang bertujuan mencegah timbulan sampah plastik fleksibel. Contohnya startup Siklus Refill yang menawarkan layanan antar produk rumah tangga berbentuk curah langsung ke depan rumah konsumen demi mengurangi sampah kemasan.
Solusi Pengelolaan Sampah Plastik
Siklus Refill sudah bekerja sama dengan beberapa produsen seperti Bimoli, Barco, Rinso, Soklin, Wipol, Sunlight, Rapika, dan Mama Lemon. Marketing & Business Development Siklus Refill, Jessica Bella menyebut bahwa Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa ini adalah produk asli.
“Semakin banyak orang yang tahu, lebih baik penerimaannya. Sebenarnya demand-nya lumayan tinggi terutama dari segi varian. Tapi, realitanya tidak semua produsen ready dengan demand yang tinggi terhadap produksi bulk ini,” ujar Jessica.
Dari sektor industri daur ulang, Mohamad Luthfi selaku Operational Manager Re>Pal mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sedang mengembangkan teknologi untuk mendaur ulang sampah plastik fleksibel menjadi plastic pallet.
Dari yang sudah dicobakan, Re>Pal berhasil menggabungkan daur ulang sampah plastik fleksibel dengan plastik kresek dengan tingkat persentase plastik fleksibel mencapai 30-50%.
“Produk plastic pallet kami sudah dikirim ke Thailand dan Filipina, sedangkan di Indonesia juga sudah banyak perusahaan multinasional yang menggunakan produk Re>Pal seperti Unilever, Nestle, dan Indofood. Ini artinya memang sudah banyak produsen yang peduli dengan daur ulang produk mereka,” ungkapnya.
Terkait penanganan sampah plastik fleksibel, Waste4Change mengajukan beberapa solusi yang bisa diterapkan:
- Mengurangi sebaran sampah plastik fleksibel melalui inovasi kemasan, baik berupa curah, kemasan yang mudah terurai di alam, maupun kemasan yang mudah didaur ulang.
- Melakukan riset dan menyediakan insentif untuk pengembangan teknologi daur ulang sampah plastik fleksibel untuk menangani sampah plastik fleksibel yang sudah ada.
- Mengoptimalkan upaya pembuatan produk kerajinan dari sampah plastik fleksibel dengan pelatihan keterampilan dan pendampingan untuk membantu strategi pemasaran.
“Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk menangani sampah plastik fleksibel, namun kerjasama multipihak juga ekosistem dan kebijakan yang mendukung menjadi hal penting untuk menyukseskan pengelolaan sampah yang baik,” kata Anissa Ratna Putri.