Alasan Menperin Sebut Emisi Karbon Mobil Listrik Melebihi Mobil Hybrid

Tia Dwitiani Komalasari
23 Oktober 2023, 17:11
Pemilik mobil mengisi ulang baterai kendaraan listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di halaman Kantor PLN Unit Pelaksanaan Pelayanan Pelanggan (UP3) Malang, Jawa Timur, Selasa (11/7/2023). PT PLN (Persero) setempat menyediakan SPKLU
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.
Pemilik mobil mengisi ulang baterai kendaraan listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di halaman Kantor PLN Unit Pelaksanaan Pelayanan Pelanggan (UP3) Malang, Jawa Timur, Selasa (11/7/2023). PT PLN (Persero) setempat menyediakan SPKLU untuk pengisian baterai mobil listrik di lima lokasi serta dua Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) untuk pengisian ulang baterai sepeda motor listrik guna mendukung percepatan terbentuknya ekosistem kendaraan listrik di Malang.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjelaskan penyebab emisi karbon mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) lebih tinggi dibandingkan dengan mobil hybrid dan konvensional. Emisi karbon mobil listrik di Indonesia berpotensi lebih tinggi karena proses pembuatan baterai masih menggunakan sumber energi listrik fosil.

Hal itu untuk menjelaskan lebih rinci mengenai pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang terkait emisi karbon mobil listrik yang diklaim lebih tinggi dibandingkan mobil hybrid maupun konvensional. Pernyataan tersebut bahkan sempat dipertanyakan sejumlah pihak.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, R Hendro Martono, menjelaskan bahwa sejumlah pihak tidak memahami konteks secara utuh saat Menperin memberikan pernyataan tersebut dalam rapat kerja Kemenperin Dekarbonisasi yang dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2023 yang lalu.

"Dalam raker dibahas upaya upaya strategis yang merujuk hasil beberapa studi diantaranya oleh McKinsey and Company yang melihat dalam proses pembuatan baterai BEV mengeluarkan emisi sekitar 40 persen lebih tinggi dibanding (mobil) hybrid dan bensin karena proses ekstraksi mineral lithium, kobalt dan nikel,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/10), yang dikutip dari Antara.

Merujuk kajian tersebut, Hendro mengatakan, pencapaian dekarbonisasi ekosistem mobil listrik memerlukan energi listrik terbarukan. Pengurangan tersebut baik untuk energi kendaraan listrik, maupun pemprosesan mineral bagi pembuatan baterai itu sendiri.

Selain itu, menurut Hendro, perlu ada fasilitas daur ulang (recyling) baterai yang tersedia. Dengan demikian, baterai bekas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder.

Emisi Karbon Kendaraan Listrik Lebih Rendah

Hendro juga menyampaikan kajian life cyle emision oleh Polestar dan Rivian tahun 2021 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik yang dilaporkan pada Polestar and Rivian Pathway Report (2023). Kajian tersebut menyatakan emisi yang dihasilkan kendaraan listrik lebih rendah, yaitu 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e), dibandingkan kendaraan listrik hybrid (HEV) sebesar 47 tCO2e, dan kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) yang mencapai 55 tCO2e.

“Angka emisi ini tidak berbeda jauh per ton CO2 per km-nya jika bersamaan bensin yang digunakan lebih bio atau green fuel,” ucapnya.

Hendro menekankan bahwa life cycle emissions menunjukkan jumlah total gas rumah kaca dan partikel yang dikeluarkan selama siklus hidup kendaraan ditunjukkan dengan satuan tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e). 

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...