Pemerintah Sebut Ketiadaan Sanitary Landfill Sebabkan 30 TPA Terbakar
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengatakan pemerintah tengah berupaya agar fenomena kebakaran di 30 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) selama tiga bulan terakhir tidak terjadi lagi. Kebakaran tersebut salah satunya dipicu karena kurang memadainya fasilitas yang ada di TPA di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Herdianti mengatakan, TPA di Indonesia umumnya menggunakan sistem open dumping. Artinya, sampah dibuang begitu saja di TPA yang terbuka dan tidak menggunakan sanitary landfill.
Adapun sanitary landfill merupakan metode pengelolaan sampah yang modern dan efektif untuk digunakan di tempat penampungan sampah. ”Memang pada dasarnya, terjadinya kebakaran karena dia open dumping, jadi sampahnya dibuang begitu saja. Tidak ada sanitary landfill,” ujar Nani saat ditemui dalam acara Peluncuran Kendaraan Listrik AstraZeneca dan Penandatanganan Nota Kesepahaman, di Gedung Kemenko Marves, Jakarta, Selasa (31/10).
Untuk itu, Nani menuturkan Kemenko Marves bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan mendorong fasilitas pengolahan sampah yang terintegrasi dari hulu ke hilir. “Jadi, nanti tidak open dumping lagi, hal ini sedang kami bereskan,” ujar Nani.
Menurut Nani, hal itu menjadi salah satu upaya terbaik untuk bisa mencegah kembali terulangnya kebakaran di TPA yang terjadi saat kemarau panjang atau El-Nino. Pasalnya, El-Nino diprediksi masih akan terus berlangsung hingga tahun 2024.
“Jadi, memang kami harus melakukan pencegahan agar masalah itu tidak terjadi lagi. Kami juga tidak menyangka TPA bisa menjadi masalah akibat adanya kebakaran,” ujar Nani.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim, Erick Thohir, mengatakan penggunaan teknologi pengolah sampah ramah lingkungan sangat penting dan mendesak untuk diterapkan. Khususnya, bagi daerah-daerah yang sudah darurat sampah dan memiliki TPA yang sudah melebihi kapasitas.
Oleh sebab itu, Erick mengatakan, pemerintah tengah mempercepat penyempurnaan Peraturan Presiden (Perpres) No 35 Tahun 2018 tentang Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
"Ini memungkinkan adanya pilihan teknologi selain Pengelolaan Sampah Energi Listrik (PSEL)/Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan lokasi lainnya di luar dua belas lokasi yang telah ditetapkan,” ujar Erick saat memimpin rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian, di Jakarta, Senin (30/10).
Dia berharap pengolahan sampah tersebut mendapatkan dukungan yang kuat Tim Koordinasi Nasional yang melibatkan 14 kementerian dan lembaga, antara lain Kementerian ESDM, Kementerian PUPR, dan Kementerian Investasi.
Indonesia Hasilkan 35 Juta ton Sampah Sepanjang 2022
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia mencapai 35,92 juta ton sepanjang 2022. Angka tersebut naik 21,92% dari 2021 yang sebanyak 29,46 juta ton.
Berdasarkan jenisnya, sampah sisa makanan merupakan timbulan sampah paling banyak dengan proporsi 40,64% dari total sampah nasional. Setelah sampah makanan, sampah terbanyak berupa plastik dengan proporsi 18,08%, diikuti sampah kayu/ranting 12,96%, dan kertas/karton 11,28%. Kemudian, proporsi sampah berupa logam mencapai 3,03%, sampah kain 2,58%, kaca 2,21%, karet/kulit 2,13%, dan sampah jenis lainnya 7,09%.
Berdasarkan provinsinya, timbulan sampah terbanyak nasional pada 2022 berasal dari Jawa Tengah. Volume timbulan sampah Jawa Tengah mencapai 5,51 juta ton atau 15,33% dari total timbulan sampah nasional pada 2022. Posisinya diikuti oleh Jawa Timur dengan total timbulan sampah 4,95 juta ton, Jawa Barat 4,89 juta ton, dan DKI Jakarta 3,11 juta ton.