Emil Salim Ingatkan Dampak Pemanasan Global, Dukung Teknologi CCS

Hari Widowati
15 November 2023, 13:34
Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto, mengingatkan Indonesia terancam tenggelam akibat dampak pemanasan global. Ia menyebut teknologi Carbon Capture Storage (CCS) bisa menurunkan emisi karbon secara signifikan.
Katadata/Hari Widowati
Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto, mengingatkan Indonesia terancam tenggelam akibat dampak pemanasan global. Ia menyebut teknologi Carbon Capture Storage (CCS) bisa menurunkan emisi karbon secara signifikan.

Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, mengingatkan emisi karbondioksida yang semakin tebal membuat suhu Bumi semakin panas. Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi ancaman bencana lingkungan hidup jika emisi karbon ini tidak dikendalikan. Ia mendukung pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) sebagai solusi riil untuk menghadapi masalah ini.

"Indonesia merupakan negara kepulauan yang menghadapi ancaman karena kenaikan muka laut. Cairnya es di Kutub Utara akibat suhu Bumi yang semakin panas disebabkan lepasnya pencemaran karbon (CO2). Ini adalah karbon bikinan manusia dari pembakaran minyak bumi, batu bara, pencemaran industri, dan sebagainya," ujar Emil Salim dalam Indonesia CCS Breakfast Talk with Chief Editor Media, yang diselenggarakan oleh Indonesia CCS Center, di Jakarta, pada Rabu (15/11).

Ekonom dan cendekiawan senior ini menyebut pola pembangunan yang memakai minyak bumi dan batu bara sebagai sumber energi utama menghasilkan CO2 di Tanah Air. "Dampaknya, dalam puluhan tahun nanti suhu naik, es di Kutub mencair, air laut naik. Indonesia terancam tenggelam pada saat perayaan 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045," ujarnya.

Para ahli telah mencari jalan untuk mengatasi dampak pemanasan global dengan fokus pada penurunan emisi karbon (CO2) yang menjadi penyebab kenaikan suhu Bumi. "CO2 seperti selimut. Semakin tebal CO2 itu, semakin panas suhu Bumi sehingga CO2 harus dikendalikan dengan teknologi carbon capture and storage, ditangkap dan disimpan untuk digunakan di dalam Bumi," jelas Emil.

Pertamina telah memiliki sejumlah kerja sama untuk studi pengembangan CCS, yang terbaru adalah kerja sama dengan ExxonMobil untuk pengembangan CCS Hub di Cekungan Asri dan Cekungan Sunda di Laut Jawa. Nilai investasi untuk fasilitas CCS ini mencapai US$ 2 miliar.

Emil menyebut PLN juga memiliki CO2 dari pembakaran batu bara. Alhasil, langkah besar kedua untuk menurunkan emisi karbon adalah fokus pada CO2 yang dihasilkan oleh PLTU batu bara. "Beranjak dari garis besar strategi untuk mengurangi CO2 dari udara ini bisa dijalankan kalau kita fokus pada energi minyak bumi dan batu bara. Kedua sektor ini sebelumnya mengotori udara, (hasil penangkapan karbon) bisa digunakan untuk membersihkan udara," tuturnya.

Perlu Insentif untuk Pengembangan CCS

Indonesia bisa berkaca pada keahlian teknik dan berbagai metodologi CCS yang berkembang di dunia, misalnya di Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Emil menyebut pemerintah sudah memiliki kemauan politik untuk menurunkan emisi karbon lewat teknologi CCS/CCUS. Hal ini terlihat dari hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dan Presiden AS Joe Biden pada Senin (13/11) lalu. "Keputusan politik sudah ada, teknologi juga sudah ada. Yang kita butuhkan adalah action-nya, kita semua harus mendukung usaha agar teknologi CCS dapat mengatasi kenaikan CO2 di udara yang mengancam kenaikan permukaan laut dan pulau-pulau kita," ujarnya.

Ia juga memberikan catatan, pengembangan CCS harus dipastikan keamanannya dan mendapatkan dukungan dari pemerintah berupa insentif, misalnya dalam hal cost recovery. Pasalnya, teknologi CCS ini memang masih mahal. "Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengembangkan bursa karbon sehingga karbon yang ditangkap dengan CCS ini bisa diperjual-belikan karena menurunkan ancaman terhadap perubahan iklim," ujarnya.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...