Apa Itu COP28 dan Kenapa Agenda itu Penting?
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) Konferensi Para Pihak (COP) ke-28 mulai diselenggarakan hari ini, Kamis (30/11) hingga Selasa (12/12) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Agenda COP28 ini dihadiri oleh pemimpin negara dan juga delegasi dari hampir 200 negara. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dipastikan hadir dalam agenda tersebut.
Konferensi ini merupakan momen yang menentukan untuk menindaklanjuti komitmen iklim dan mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. Presiden COP28 dipegang oleh Sultan Al Jaber yang berasal dari Uni Emirat Arab.
Acara COP28 ini merupakan momen yang menentukan untuk menindaklanjuti komitmen iklim dan mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. Sebagai informasi, 20203 berpotensi sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim.
Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB, Simon Stiell, menghimbau kepada para pemimpin negara untuk menyampaikan pesan yang jelas pada para negosiator. “Jangan pulang tanpa kesepakatan yang akan membuat perbedaan nyata,” kata dia.
Lima Agenda Utama COP28
Terdapat sejumlah poin yang dibahas dalam pertemuan tersebut:
1. Kemajuan Upaya Mitigasi Perubahan Iklim
Tugas utama COP28 adalah menilai kemajuan negara-negara dalam memenuhi tujuan Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi kenaikan suhu global berada di bawah ambang 1,5 derajat celcius. Ketika upaya-upaya global masih tertinggal, negara-negara akan berusaha untuk menyepakati menyusun rencana agar dunia berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan iklim.
Hal itu mencakup langkah-langkah mendesak menuju pengurangan emisi CO2 atau meningkatkan investasi teknologi ramah lingkungan. Negara-negara diharapkan memperbarui target dan rencana pengurangan emisi nasional mereka pada 2025.
2. Masa Depan Bahan Bakar Fosil
Pembicaraan terberat di COP28 mungkin berfokus pada peran bahan bakar fosil di masa depan. Saat ini muncul sejumlah dorongan agar negara-negara sepakat berkomitmen untuk mulai menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas yang menghasilkan CO2.
Negara-negara di COP26 sepakat untuk mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap, namun mereka tidak pernah sepakat untuk menghentikan semua bahan bakar fosil. Sebagai informasi, bahan bakar fosil merupakan sumber utama emisi yang menyebabkan pemanasan global.
3. Teknologi untuk mengatasi emisi
UEA dan negara-negara lain yang perekonomiannya bergantung pada bahan bakar fosil ingin COP28 memasukkan fokus pada teknologi baru yang dirancang untuk menangkap dan menyimpan emisi CO2 di bawah tanah. Badan Energi Internasional mengatakan bahwa teknologi pengurangan emisi ini sangat penting untuk mencapai tujuan iklim global.
Namun, teknologi tersebut juga mahal dan saat ini tidak digunakan dalam skala besar. UE dan negara-negara lain khawatir hal ini akan digunakan untuk membenarkan penggunaan bahan bakar fosil secara terus-menerus.
4. Meningkatkan kapasitas energi bersih
Negara-negara akan mempertimbangkan untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan dan menggandakan penghematan energi pada tahun 2030, sebuah proposal yang dibuat oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, dan presiden COP28 UEA. Hal ini tampaknya akan mendapat dukungan luas, karena negara-negara besar G20 termasuk Tiongkok sudah mendukung tujuan energi terbarukan.
Namun UE dan beberapa negara yang rentan terhadap perubahan iklim bersikeras untuk menggabungkan janji meningkatkan energi terbarukan dengan penghapusan bahan bakar fosil secara bertahap, sehingga menimbulkan konflik.
5. Pembiayaan untuk Upaya Menekan Perubahan iklim
Mengatasi perubahan iklim dan dampaknya memerlukan investasi yang sangat besar. Investasi tersebut jauh lebih besar dari anggaran yang dianggarkan dunia sejauh ini. Menurut PBB, negara-negara berkembang akan membutuhkan setidaknya US$ 200 miliar setiap tahun pada 2030 untuk beradaptasi terhadap dampak iklim yang memburuk seperti kenaikan permukaan laut atau badai.
"Kenyataannya adalah bahwa tanpa lebih banyak dana yang mengalir ke negara-negara berkembang, revolusi energi terbarukan akan tetap menjadi fatamorgana di padang pasir. COP28 harus mengubahnya menjadi kenyataan," kata Stiel.
Sementara itu, Presiden COP28 Sultan Al Jaber mengatakan, bahwa semua negara harus bekerja sama dalam mengatasi perubahan iklim, dan segara mengambil tindakan untuk mengurangi emisi. Dalam acara COP28, setiap negara dan setiap perusahaan akan dimintai pertanggung jawaban terkait permasalahan iklim tersebut.
“Kita tidak punya waktu lagi. Semua pihak harus siap untuk memberikan keputusan dengan ambisi yang tinggi sebagai tanggapan atas inventarisasi global yang mengurangi emisi sekaligus melindungi manusia, kehidupan, dan mata pencaharian," ujar Al Jaber.
]