Perpres CCS Lebih Untungkan Industri Migas Daripada Atasi Krisis Iklim

Rena Laila Wuri
1 Februari 2024, 15:42
Pekerja memeriksa lokasi penerapan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Pertamina EP Sukowati Field, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (7/12/2023). PT Pertamina (Persero) kembali mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Utilization a
ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/aww/Spt.
Pekerja memeriksa lokasi penerapan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Pertamina EP Sukowati Field, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (7/12/2023). PT Pertamina (Persero) kembali mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di sumur Sukowati-18 setelah sebelumnya sukses melakukan injeksi perdana Co2 di Lapangan Jatibarang.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Presiden Joko Widodo baru saja menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 14 Tahun 2024 pada 30 Januari 2024. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa,  menilai penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) atau Carbon Capture, Utilization  and Storage (CCUS) lebih banyak menguntungkan industri minyak dan gas (migas) dibandingkan atasi krisis iklim.

“Kalau kita baca dengan teliti. Perpres 14/2024 ini, saya lihat titik tekannya lebih banyak ke minyak dan gas,” kata Fabby saat dihubungi Katadata, Kamis (1/2).

Menurut Fabby, Perpres ini memberikan payung hukum kegiatan usaha CCS/CCUS yang berlangsung di Indonesia. Dengan demikian, industri migas yang menerapkan CCS/CCUS masih bisa beroperasi dan meningkatkan target migas yang ditetapkan pemerintah. 

“Jadi Perpres ini tidak bilang bahwa CCS itu adalah solusi yang layak, tapi lebih ke pragmatis,” kata Fabby.

Dia juga setuju jika ada pendapat yang menyatakan jika penerapan CCS dinilai solusi palsu transisi energi. Terdapat banyak faktor yang mengindikasikan CCS bukan solusi transisi energi seperti  risiko kebocoran CO2 dan investasi awal yang mahal hingga nilai keekonomiannya.

“Jadi alasan kenapa ini dibilang solusi palsu karena memang tidak efektif untuk menangkap dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pembakaran energi fosil,” ucapnya.

Fabby mengatakan, SKK Migas bertanggung jawab dalam pengelolaan kegiatan usaha CCS/CCUS. Pengelolaan ini berkaitan dengan karbon yang akan disimpan di sumur-sumur minyak yang sudah depleted reservoir.

Depleted reservoir adalah reservoir Minyak dan Gas Bumi yang telah mengalami penurunan tekanan reservoir atau cadangan hidrokarbon akibat produksi minyak dan gas bumi serta tidak dapat diproduksikan lagi secara ekonomis dengan teknologi yang ada saat ini.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pemerintah menargetkan produksi minyak 1 juta BOPD  dan gas 12 BSCFD pada 2030.

“Hal ini mengingat dalam periode transisi energi, migas khususnya gas alam masih akan berperan penting sebelum mencapai 100% pembangkit listrik dari  EBT,” papar Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dikutip dari laman Kementerian ESDM, Kamis (1/2).

Hingga 2030, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan 15 proyek CCS/CCUS dapat beroperasi dan mendukung target produksi minyak dan gas nasional.

Menurut Gas Global Report 2022 dari International Gas Union (IGU), ada berbagai tempat di seluruh dunia yang bisa menjadi tempat penyimpanan emisi CO2, dengan total potensi kapasitas sekitar 22.900 gigaton.

Jika dirinci berdasarkan wilayah, tempat penyimpanan emisi CO2 dengan teknologi CCS paling besar berada di Amerika Serikat (AS), dengan potensi kapasitas 12.177 gigaton.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...