Kredit Batubara Bank BUMN Naik, Pembiayaan Berkelanjutan Masih Minim

Rena Laila Wuri
7 Maret 2024, 15:28
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (27/7/2023). Kementerian Keuangan mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara atau minerba meningkat sebesar 94,7
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (27/7/2023). Kementerian Keuangan mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara atau minerba meningkat sebesar 94,7 persen dari Rp40,2 triliun pada semester I 2022 meningkat menjadi Rp78,3 triliun pada semester I 2023 yang disebabkan oleh penyesuaian tarif iuran produksi atau royalti batu bara.
Button AI Summarize

Organisasi non profit di bidang lingkungan dan energi, Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), menilai bank-bank BUMN belum berkontribusi besar dalam membantu Indonesia menurunkan emisi karbon. Hal itu tercermin dari portofolio pendanaan sektor energi bersih di perbankan BUMN yang jauh lebih kecil jika dibandingkan kredit batu bara.

Koordinator Perkumpulan AEER, Pius Ginting mengatakan pinjaman yang diberikan untuk energi terbarukan masih sangat minim dan sulit. Berdasarkan laporan Environment, Social, and Corporate Governance (ESG) Report 2023, bank berplat merah memberikan pinjaman di sektor energi terbarukan dengan nominal yang sangat kecil.

Meski porsi kredit energi terbarukan cenderung meningkat setiap tahunnya, namun jika dibandingkan dengan porsi kredit ekstraktif terutama batubara angka ini masih sangat kecil.

“Komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca seharusnya juga tercermin dari keputusan investasi bank-bank BUMN,” kata Pius dalam keterangan pers, Kamis (7/3).

Pius mencontohkan Bank Mandiri dan BNI  justru mengalami peningkatan portofolio kredit ke sektor batubara.

Berdasarkan materi analis meeting kinerja kuartal III-2023, portofolio kredit batubara BNI tercatat 3% dari total kredit perbankan pelat merah itu yang mencapai Rp 664,1 triliun secara bank only. Besaran porsi kredit batubara ini tumbuh jika dibandingkan dengan kuartal-III 2022 yang hanya 2,5% dari total kredit Rp 622,6 triliun secara bank only.

Sementara itu, Bank Mandiri mencatatkan portofolio kredit batubara sebesar 3,2% dari total kredit bank only yang mencapai Rp 1.016 triliun per September 2023. Porsi kredit batu bara itu naik dari perode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,2% dari total kredit bank only senilai Rp 907,8 triliun.

"Sayangnya, BRI belum membuka informasi terkait pembiayaan ke sektor batubara pada publik per tahun 2023," kata Pius.

Pembiayaan Sektor EBT

Ketika kredit untuk sektor ekstraktif mengalir deras,  Pius mengatakan, pinjaman yang diberikan untuk energi terbarukan masih sangat minim. Berdasarkan laporan Environment, Social, and Corporate Governance (ESG) Report 2023, masing-masing bank masih memberikan pinjaman di sektor energi terbarukan dengan nominal yang sangat kecil.

 Secara berurutan, Bank Mandiri hanya memberikan pembiayaan berkelanjut di sektor energi terbarukan sebesar Rp9,7 triliun. Kemudian portofolio kredit kategori kegiatan usaha berkelanjutan (KKUB) BNI di sektor energi terbarukan hanya Rp10,2 triliun, angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar Rp10,9 triliun.

Sementara itu, kredit untuk energi terbarukan yang diberikan oleh BRI pada 2023 hanya sebesar Rp6,02 triliun.

Emisi yang Dihasilkan Pembiayaan Bank BUMN Tinggi 

Sementara, perhitungan emisi yang dihasilkan dari pembiayaan bank BUMN masih sangat tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan pembiayaan yang diberikan Bank Mandiri menunjukkan sektor pembangkit listrik menghasilkan emisi paling tinggi dengan 2,4 juta ton CO2e, disusul sektor besi dan baja, kemudian minyak dan gas, hingga peternakan.

Sementara BNI mendanai sektor industri pengolahan yang menghasilkan 12 juta ton CO2e melalui pembiayaan Rp 123 triliun, disusul sektor perdagangan dengan 3,4 juta ton CO2e dan pertambangan dengan 1 juta ton CO2e.

Untuk BRI, sektor listrik dan gas menghasilkan 6,2 juta ton CO2e disusul sektor manufaktur 2 juta ton CO2e hingga pertambangan dan penggalian menghasilkan emisi 1,8 juta ton CO2e.

Tanggung Jawab Pemerintah

Meski demikian, menurutnya tanggung jawab pendanaan proyek energi terbarukan tidak begitu saja dapat dilemparkan kepada bank BUMN semata. Pasalnya terdapat aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit karena tingkat risiko merupakan faktor utama bank dalam penyaluran kredit.

Terlebih, saat ini pembiayaan proyek energi terbarukan masih memiliki sejumlah kendala, yaitu:

1. Statistik PLN 2022 menunjukan Beban Usaha Pembangkit Rata-rata per kWh energi terbarukan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Beban Usaha Pembangkit Rata-rata per kWh yang berasal dari pembangkit listrik batubara.

2. Investasi EBT memiliki payback period yang cukup lama, jika dibandingkan dengan batubara.

3. Terbatasnya pengetahuan perusahaan pengembang mengenai akses pembiayaan EBT dan perbankan mengenai sektor EBT.

 “Bank-bank BUMN tidak dapat meningkatkan pembiayaan EBT secara  maksimal tanpa adanya iklim investasi dan regulasi yang kondusif untuk menurunkan tingkat risiko proyek-proyek EBT," ujar Pius.

Dia mengatakan, peningkatan pembiayaan energi terbarukan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

"Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mengeluarkan kebijakan yang akan menurunkan risiko kredit proyek EBT sehingga bank-bank BUMN dapat mengambil tanggung jawab yang lebih besar,” tegas Pius.

 

Untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Cirata, Jawa Barat dengan kapasitas 192 MWp, diperlukan investasi sekitar US$ 143 juta, yang setara dengan Rp 2,24 triliun (dengan kurs Rp 15.673). Investasi ini relatif kecil dibandingkan dengan total investasi yang dilakukan oleh bank-bank BUMN pada sektor batubara. Misalnya, jika Bank Mandiri mengalihkan dana kreditnya sebesar Rp 664 triliun dari sektor batubara ke energi terbarukan, bisa tercipta sekitar 296 PLTS Terapung serupa. Sementara itu, kredit BNI untuk batubara yang mencapai Rp 1.016 triliun bisa digunakan untuk membangun sekitar 453 PLTS Terapung dengan kapasitas yang sama.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...