1% Orang Terkaya RI Hasilkan Karbon 14 Kali Lebih Besar dari Rata-rata
Kajian Celios dan Greenpeace menemukan Indonesia tidak hanya memiliki ketimpangan pendapatan, namun juga ketimpangan karbon. Kelompok 1% orang terkaya tanah air bisa menghasilkan emisi karbon hingga 42,2 ton CO2 per kapita, sekitar 14 kali lipat dari rata-rata emisi karbon seluruh populasi.
“Ketimpangan juga terjadi pada jejak karbon, yang mana kelompok 10% dan 1% terkaya menghasilkan karbon lebih besar dibanding seluruh populasi,” kata laporan Greenpeace dan Celios yang berjudul "Dampak Transisi Ekonomi Hijau terhadap Perekonomian, Pemerataan, dan Kesejahteraan Indonesia" dikutip Rabu (3/4).
Merujuk data World Inequality Report 2022, rata-rata jejak karbon Indonesia adalah 3,3 ton CO2 per kapita. Kelompok 50% termiskin menghasilkan 1,4 ton CO2 per kapita, di bawah rata-rata populasi dan jauh berjarak dengan emisi orang terkaya.
Kelompok 10% orang terkaya Indonesia menghasilkan 11,8 ton CO2 per kapita atau lebih besar 3,5 kali lipat dari rata-rata. Kelompok 1% orang terkaya menghasilkan 42,4 ton CO2 per kapita.
Laporan tersebut menjelaskan hal ini bisa terjadi lantaran ada ketimpangan yang juga terjadi di penguasaan energi fosil dunia. Mereka menghitung 90% sumber energi fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas, dikuasai 12 negara. Energi terbarukan lebih merata, karena 58 negara menguasai 70% sumber daya.
“Ketergantungan energi fosil akibat konsentrasi penguasaannya yang timpang berpotensi membuat harganya tidak stabil ketika terjadi konflik global yang melibatkan negara produsen,” kata laporan itu.
Orang Terkaya Bertanggungjawab Atas Kematian karena Kenaikan Suhu
Kondisi serupa ditunjukkan dalam studi global bertajuk The Great Carbon Divide. Studi yang dilakukan Guardian dengan Oxfam, the Stockholm Environment Institute, dan ahli lainnya, menunjukkan 1% orang terkaya bertanggungjawab atas emisi karbon lebih banyak dari 66% orang termiskin.
“Kelompok elit yang terdiri dari 77 juta orang ini, yakni mereka yang menghasilkan lebih dari US$ 140.000 per tahun, menghasilkan 16% dari seluruh emisi CO2 pada 2019,” kata laporan itu, dilansir dari The Guardian, Rabu (3/4).
Emisi ini bahkan dianggap bertanggungjawab atas kematian yang terjadi karena kenaikan suhu. Dengan perhitungan biaya kematian atau mortality cost dari Badan Perlindungan Lingkungan AS, emisi 1% orang terkaya selama sepuluh tahun ini bisa menimbulkan kematian karena kenaikan suhu sebanyak 1,3 juta orang.
“Pada 1990–2019, total emisi 1% orang terkaya ini setara dengan memusnahkan panen jagung di Uni Eropa, gandum di Amerika, beras di Bangladesh, dan kacang kedelai di Cina tahun lalu,” katanya.