Jawab Tudingan AS, Cina Bantah Subsidi Mobil Listrik yang Dilarang WTO
Pemerintah Cina menjawab tuduhan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang menyebut mobil listrik asal Cina telah membanjiri pasar AS karena mendapat subsidi.
"Tahun lalu, Cina hanya mengekspor 13.000 kendaraan listrik ke AS. Dalam hal apa hal ini bisa disebut 'membanjiri' pasar AS?" kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Cina pada Kamis (7/6).
Dalam satu wawancara dengan media di AS, Presiden Joe Biden menuding pemerintah Cina memberikan subsidi atas kendaraan listrik asal Tiongkok sehingga membanjiri pasar AS. Hal itu menyebabkan AS juga akan mengambil tindakan terhadap produk asal Cina.
"Popularitas kendaraan listrik dan produk energi baru lain asal Cina di pasar global adalah hasil dari inovasi teknologi yang terus-menerus, rantai pasokan dan industri yang mapan, serta kemampuan dalam bersaing di pasar. Inilah yang terjadi ketika keunggulan komparatif kami memberikan apa yang dibutuhkan pasar," ujar Mao Ning.
Dia mengatakan, perusahaan-perusahaan kendaraan listrik dari China bersaing untuk mencapai keunggulan teknologi dan tidak mengandalkan subsidi pemerintah. Subsidi industri sebenarnya berasal dari AS dan negara-negara Eropa dan diadopsi secara luas oleh negara-negara di seluruh dunia.
"Kebijakan subsidi industri Cina secara ketat mematuhi peraturan WTO dan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan non-diskriminasi," ujar Mao Ning.
Dia justru menuduh AS adalah negara yang memberikan subsidi besar bagi industri dalam negerinya. Dalam beberapa tahun terakhir, AS menandatangani sejumlah undang-undang untuk melakukan intervensi langsung dalam alokasi sumber daya pasar melalui subsidi langsung dan tidak langsung yang berjumlah ratusan miliar dolar AS.
Mao Ning menyebut praktik diskriminatif AS terhadap kendaraan listrik Cina melanggar aturan WTO, mengganggu stabilitas industri dan rantai pasok global, serta pada akhirnya akan melemahkan kepentingan AS sendiri.
"Cina mendesak AS untuk sungguh-sungguh mematuhi prinsip-prinsip pasar dan peraturan perdagangan internasional, serta menciptakan pasar yang setara bagi perusahaan-perusahaan dari semua negara. China akan dengan tegas membela hak dan kepentingannya yang sah," kata Mao Ning.
Pada Mei 2024, Presiden Joe Biden memutuskan untuk menaikkan tarif impor barang-barang dari China senilai 18 miliar dolar AS (sekitar Rp286,9 miliar) berdasarkan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan tahun 1974 untuk melindungi pekerja dan bisnis AS.
Tarif kendaraan listrik berdasarkan Pasal 301 akan meningkat dari 25 persen menjadi 100 persen pada 2024. Alasannya adalah karena banyaknya subsidi dan praktik non-pasar yang menyebabkan risiko kelebihan kapasitas yang besar.
Ekspor kendaraan listrik Cina tumbuh hingga 70 persen pada 2022-2023 yang dianggap membahayakan investasi produktif di negara lain. Joe Biden menilai tarif 100 persen diharapkan dapat melindungi produsen AS dari praktik perdagangan tidak adil oleh Cina.
Menurut Gedung Putih, sudah terlalu lama pemerintah Cina menggunakan praktik-praktik non-pasar yang tidak adil. Misalnya transfer teknologi yang dipaksakan dan pencurian kekayaan intelektual oleh Cina telah berkontribusi pada penguasaan negara tersebut hingga 90 persen produksi global untuk bahan-bahan penting yang diperlukan bagi teknologi, infrastruktur, energi, dan layanan kesehatan menciptakan risiko yang tidak dapat diterima terhadap rantai pasok AS dan keamanan ekonomi.
Selain itu, Biden menilai, kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik non-pasar yang sama berkontribusi pada meningkatnya kelebihan kapasitas dan lonjakan ekspor di China yang mengancam akan merugikan pekerja, dunia usaha, dan masyarakat AS secara signifikan.