LSM Minta Penyusunan Target Iklim Indonesia Lebih Partisipatif

Image title
1 Juli 2024, 12:19
Sejumlah LSM meminta pemerintah melibatkan masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dalam penyusunan Second Nationally Determined Contributions (SNDC).
ANTARA FOTO/Rifqi Raihan Firdaus/Spt.
Masyarakat di pesisir termasuk salah satu kelompok yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Button AI Summarize

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menilai penyusunan dokumen mengenai komitmen Indonesia dalam menangani krisis iklim atau Nationally Determined Contribution (NDC) belum mencerminkan prinsip transparansi dan partisipasi yang inklusif bagi masyarakat terdampak. Mereka berharap penyusunan dokumen Second NDC (SNDC) harus melibatkan banyak pihak, khususnya masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Nadia Hadad, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, mengatakan dalam penyusunan dokumen SNDC, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah serius untuk melibatkan kelompok yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim. Kelompok tersebut mencakup para nelayan tradisional, petani, masyarakat adat, perempuan, orang dengan disabilitas, anak-anak dan orang lanjut usia (lansia) dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan iklim di Indonesia.

Menurutnya, dokumen NDC kedua Indonesia ini seharusnya tidak hanya ambisius, namun juga memuat komitmen yang konkret serta dilakukan melalui proses yang partisipatif, inklusif, dan adil.

"Untuk mencapai hal tersebut, dimensi keadilan iklim yang mencakup keadilan distributif, keadilan rekognitif, keadilan prosedural, keadilan restoratif-korektif, dan keadilan gender semestinya secara otomatis dilakukan dan disediakan oleh pemerintah guna pemenuhan hak asasi kepada warga negara sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi,” ujar Nadia dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (1/7).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Pikul Torry Kuswardono mengatakan, aksi-aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim memberikan dampak bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Cuaca ekstrem, kekeringan, banjir, gelombang pasang, penurunan muka tanah, dan kebakaran hutan dan lahan telah membuat banyak orang kehilangan tempat tinggal. Bencana iklim tersebut juga memakan banyak korban jiwa, merusak mata pencaharian nelayan, petani, masyarakat adat, bahkan melumpuhkan perekonomian lokal.

"Orang dengan disabilitas, perempuan, anak-anak dan lansia, masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan, petani kecil, dan nelayan tradisional menanggung beban yang jauh lebih berat karena kurangnya kemampuan dan dukungan bagi mereka untuk bertahan,” ujar Torry.

Maka dari itu, ia memiliki aspirasi mewujudkan keadilan iklim bagi rakyat Indonesia. Torry meminta agar proses penyusunan SNDC betul-betul mencerminkan proses partisipasi yang inklusif dan bermakna.

"Aksi iklim yang dirancang tanpa partisipasi inklusif dan bermakna bersama masyarakat dapat mendatangkan bahaya yang lebih besar," ucapnya.

Masyarakat Pesisir Belum Dilibatkan

Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyebut masyarakat yang hidup di pesisir juga belum dilibatkan secara inklusif.

Menurutnya, sangat penting memastikan suara nelayan tradisional didengar dan diperhitungkan dalam penanganan perubahan iklim. Khususnya dalam konteks penyusunan Second NDC. Namun, faktanya nelayan kecil dan tradisional merupakan kelompok yang paling terdampak oleh perubahan iklim.

"Hasil survei KNTI tahun 2023 menunjukkan bahwa perubahan iklim telah menurunkan hasil tangkapan sebesar 72%, menurunkan pendapatan sebesar 83%, dan meningkatkan risiko kecelakaan sebesar 86%. Tanpa pelibatan nelayan, kebijakan yang dihasilkan berisiko tidak relevan dan tidak efektif di lapangan. Nelayan kecil dan tradisional tidak hanya ingin menjadi objek dari kebijakan, tetapi juga subjek yang aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan," ujar Dani.

Hendra Wiguna, Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia, menilai menurunnya jumlah nelayan terjadi karena minimnya minat generasi muda untuk menjadi nelayan atau berusaha di sektor kelautan perikanan.

"Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya risiko bekerja di laut pun demikian yang bergerak di sektor budidaya ikan dan rumput laut akibat dari adanya perubahan iklim dan menurunnya kesehatan laut dan pesisir,” ujar Hendra.

Hendra melanjutkan, penurunan jumlah nelayan ini perlu diantisipasi segera. Pasalnya, hal ini akan berdampak luas mulai dari ketersediaan pangan hingga serapan tenaga kerja yang selama ini terserap oleh sektor usaha kelautan perikanan.

"Maka dari itu, terkait dengan dampak perubahan iklim ini, perlu langkah serius dari pembuat kebijakan. Ke depan, setiap kebijakan yang berkaitan dengan penanganan perubahan iklim harus dimusyawarahkan bersama para pelaku di sektor pangan dalam hal ini nelayan, pembudidaya ikan, petani, peternak," ungkapnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...