Abrasi, Ancaman Tersembunyi di Balik Pesona Pantai Kuta Bali

Heri Susanto
22 Juli 2024, 07:52
Ilustrasi pantai kuta
Katadata/Heri Susanto
Pesona Pantai Kuta, Bali terancam oleh abrasi yang semakin mengikis bibir pantai.
Button AI Summarize

Selama puluhan tahun, Pantai Kuta di Bali dikenal sebagai salah satu destinasi wisata terpopuler di dunia. Pantai ini dikenal keindahannya dengan hamparan pasir putih yang lembut dan halus, ombak yang ideal untuk berselancar, serta pemandangan matahari terbenam yang memukau.

Setiap tahun, jutaan wisatawan berkunjung ke pantai. Saking populernya sebagai ikon pariwisata Bali, ada ungkapan, “Belum ke Bali jika belum ke Pantai Kuta.”

Namun, pesona dan keindahan Pantai Kuta kini terancam. Wisatawan yang pernah mengunjung Pantai Kuta satu dekade lalu mungkin menyadari perbedaan mencolok ketika mereka berkunjung kembali pada tahun 2024 ini. Dulu, area garis pantai cukup landai, luas dan panjang, serta ideal untuk bersantai. Kini area garis pantai berubah menjadi lebih sempit dan lebih terjal lantaran sebagian besar pasirnya terkikis oleh arus dan gelombang laut.

“Pantai Kuta kini menghadapi ancaman serius berupa abrasi pantai yang telah meresahkan banyak pihak,” ujar I Komang Alit Ardana, Bandesa atau Ketua Adat Kuta saat ditemui di ruang kerjanya di Bali, 15 Juli 2024. Abrasi atau erosi pantai adalah proses alami dimana pantai kehilangan pasir dan sedimen akibat aksi gelombang dan arus laut.

Ardana mengaku sudah mengikuti perubahan kondisi Pantai Kuta sejak dirinya menjabat sebagai pengurus Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Kuta pada pertengahan tahun 1990-an. Pada saat itu, Pantai Kuta tergolong landai dengan lebar daratan hingga menyentuh air mencapai sekitar 200 meter.

“Saya ingat dulu kalau main sepak bola, bahkan bisa berjejer dua lapangan di pantai ke arah laut,” kata Ardana. Selain itu, banyak wisatawan asing yang berjemur dan bermain voli pantai.

Namun, sekarang, sudah tidak memungkinkan untuk bermain sepak bola maupun voli pantai karena lebarnya telah terkikis hingga tersisa 50 meter menuju titik air. Apalagi, kemiringan pantai kini sudah semakin curam dan terjal. Namun, menurut pemantauan Ardana, abrasi ini bukan hanya di Pantai Kuta, di beberapa pantai lainnya di Bali juga mengalami abrasi.

Pantai Kuta, Bali mengalami abrasi
Pantai Kuta, Bali mengalami abrasi (Katadata/Heri Susanto)

Sebuah hasil studi yang dirilis di jurnal Regional Studies in Marine Science pada 29 Mei 2024 memperkuat fakta adanya perubahan garis pantai di Provinsi Bali selama periode 2016-2021 berdasarkan citra satelit PlanetScope beresolusi tinggi dan teknologi GIS. Penelitian dilakukan oleh gabungan peneliti dari sejumlah lembaga penelitian dari Jepang, Indonesia, dan Turki yang dipimpin oleh Amandangi Wahyuning Hastuti dari Graduate School of Science and Technology for Innovation di Yamaguchi University.

Studi ini menemukan adanya penurunan panjang garis pantai sebesar 6 km dari 668,6 km menjadi 662,6 km dengan rata-rata erosi sebesar -1,2 meter per tahun. Erosi pantai berpasir paling banyak terjadi di pesisir selatan Bali, termasuk pesisir barat daya dan tenggara, seperti Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana, Denpasar, Gianyar, Klungkung dan Karangasem.

“Garis pantai di bagian selatan Bali lebih rentan terhadap erosi dibandingkan bagian utara,” tulis Hastuti dan timnya dalam makalah di jurnal tersebut.

Dampak Perubahan Iklim dan Pembangunan Infrastruktur yang Masif

Menurut temuan para ahli ini, penyebab utama dari erosi atau abrasi adalah faktor alami pantai akibat perubahan iklim yang berdampak pada kenaikan permukaan air laut, peningkatan frekuensi dan insensitas badai, serta arus dan gelombang laut. Penyebab lainnya adalah aktivitas manusia berupa reklamasi dan pembangunan infrastruktur seperti bandara dan destinasi pariwisata di pesisir yang mengganggu stabilitas garis pantai dan mengubah arus lokal.

Hasil studi tersebut juga tercermin dari kondisi di lapangan. Ketika Katadata Green berkunjung ke Pantai Kuta pada pertengahan Juli 2024, terlihat beberapa pedagang di pantai ternama ini sedang sibuk membangun tanggul darurat berupa tumpukan karung plastik berisi pasir untuk mencegah abrasi makin menggerus area pantai dan daratan. Saat ditemui beberapa pedagang yang membangun tanggul darurat tersebut mengaku khawatir jika abrasi terus berlanjut dalam jangka panjang.

Menurut mereka, selain berisiko menghadapi kehilangan lapak atau tempat dagangan mereka di tepi pantai, abrasi juga mengancam keberadaan bangunan di sekitarnya, termasuk hotel dan lainnya. Bahkan, di beberapa bagian, pengikisan pasir telah mencapai titik di mana infrastruktur pantai, seperti jalan dan bangunan. Di beberapa tempat sudah dibangun tanggul berupa tumpukan batu untuk melindungi bangunan, seperti di pantai Discovery Mall, kawasan Pantai Kuta, Bali.

Ardana dan para pedagang di Pantai Kuta menyadari bahwa tantangan atas menyempitnya lebar pantai bakal terus berlanjut. Menurut mereka, belakangan ini, gempuran ombak besar semakin sering terjadi akibat kenaikan permukaan laut dan perubahan iklim global sehingga menambah tekanan pada pantai-pantai, seperti Pantai Kuta dan pantai-pantai lainnya. Apalagi, kejadian cuaca ekstrem, seperti badai dan ombak besar membuat proses abrasi semakin intensif dan mempercepat kerusakan pantai.

“Beberapa tahun belakangan ini, air pasang juga lebih sering,” kata Arya Arimbawa yang bertugas di unit manajemen pengelola Pantai Kuta saat ditemui di kantornya pada 15 Juli 2024. Arya selama ini bertugas untuk memonitor pergerakan air di pantai dari waktu ke waktu secara reguler. “Pada masa bulan purnama, biasanya di bulan Maret atau April, ombaknya sangat besar hingga mencapai jalan raya dan pantai berpasir pun tidak lagi terlihat karena tertutup ombak.”

Arya dan Ardana membenarkan bahwa selain faktor pemanasan global dan cuaca ekstrem, abrasi di Pantai Kuta juga disebabkan oleh aktivitas manusia berupa pembangunan infrastruktur wisata yang masif, seperti perluasan bandara internasional Bali. Ardana menekankan perluasan bandara ini memang tidak bisa dihindari karena kebutuhan peningkatan pelayanan pariwisata Bali. "Di sisi lain, abrasi Pantai Kuta justru semakin dipercepat akibat perluasan bandara ini,” kata Ardana.

Perlu Reklamasi Pantai

Sebagai wakil dari pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) wilayah Kabupaten Badung, Ardana mengaku hadir pada saat sosialisasi perluasan Bandara Ngurah Rai oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan bersama jajaran pemerintah pada tahun 2017. Sekarang, menurut dia, dampak dari perluasan bandara tersebut sudah dirasakan sehingga perlu ada tindakan untuk mengembalikan atau mereklamasi kembali Pantai Kuta dan sekitarnya.

Pemerintah memang ada rencana untuk menyedot pasir dari dalam lautan, kemudian mengisinya kembali di sepanjang Pantai Kuta dalam beberapa bulan ke depan. Namun, menurut dia, sebelum pengurukan atau pengisian pasir tersebut diterapkan, sebaiknya diawali dengan membangun struktur bangunan di sepanjang pantai untuk memecah gelombang.

Bangunan dari tumpukan batu dan beton tersebut akan menjaga stabilitas garis pantai dan efektif mengurangi abrasi akibat gelombang dan arus laut. “Jadi, pengisian pasir di pantai tidak akan sia-sia karena akan tertahan oleh bangunan tersebut,” kata Ardana.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...