Alasan Pasar Karbon Sepi meski Potensinya Rp 8.000 Triliun
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan tiga alasan pasar karbon di Indonesia masih sepi. Padahal, potensi pasarnya disebut-sebut Rp 8.000 triliun.
Pada 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, potensi ekonomi karbon Indonesia US$ 565,9 miliar atau Rp 8.000 triliun. Rinciannya sebagai berikut:
Akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebutkan potensi pasar karbon Rp 3.000 triliun.
Akan tetapi, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Priyanto Rohmatullah mengatakan, tantangan pasar karbon Indonesia yakni:
- Belum adanya metodologi terverifikasi dan mengacu kepada standar internasional dalam pengaturan karbon. Indonesia bahkan menolak menggunakan metodologi internasional dan membuat mekanisme sendiri.
- Permintaan karbon kredit dari perusahaan penghasil emisi gas rumah kaca masih rendah.
“Sebab, pemerintah belum menetapkan emission cap untuk sektor penghasil emisi gas rumah kaca yang tinggi. Perusahaan masih berfokus kepada perbaikan internal. Pasar karbon pada umumnya mature setelah 10 tahun,” ujar Priyanto dalam webinar, Selasa (23/7).
Emission cap adalah batas maksimum emisi gas rumah kaca yang dapat dilepaskan oleh suatu industri atau sektor tertentu dalam periode waktu tertentu. Dalam konteks industri karbon, emission cap ini adalah upaya untuk mengurangi jumlah karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya yang dilepaskan ke atmosfer.
3. Ada potensi penurunan emisi 3,3 miliar ton, karena aksi mitigasi terkait penerapan kebijakan Pengendalian Risiko Kebencanaan (PRK) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Asumsi karbon dari sektor energi yang diperdagangkan 15% dari total penurunan emisi. Potensi CO2e sektor energi 496 juta ton atau US$ 2,4 miliar, dengan asumsi satu ton CO2e US$ 5.
Sementara itu, asumsi karbon dari sektor lahan yang berasal dari hutan, gambut, mangrove yang diperdagangkan 40% dari total penurunan emisi. Potensi CO2e sektor lahan 1,3 juta ton atau US$ 6,6 miliar.