Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat, Terburuk di Dunia

Image title
14 Agustus 2024, 10:16
Masjid Istiqlal yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024). Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 15.53 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta berada pada angka 155 yang menempatkannya sebagai kota
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Masjid Istiqlal yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024). Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 15.53 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta berada pada angka 155 yang menempatkannya sebagai kota besar dengan kualitas udara terburuk kedua di dunia di bawah Kinshasa, Kongo.
Button AI Summarize

Jakarta kembali menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Rabu pagi (14/8). Berdasarkan data yang dihimpun situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 09.18 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta menempati posisi pertama dengan indeks AQI poin sebesar 174 atau berada dalam kategori tidak sehat.

Kategori tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut tidak sehat bagi manusia untuk beraktivitas di luar ruangan. Selain Jakarta, terdapat dua kota di Indonesia yang masuk dalam 40 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, Kota tersebut adalah Medan dan Batam.

Medan menempati posisi ke 10 dengan Indeks AQI sebesar 100 dan Batam menempati posisi ke 37 dengan Indeks AQI sebesar 61 atau berada pada kategori sedang.

Adapun kategori sedang, yakni kualitas udaranya yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.

Sementara kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dari posisi kedua hingga kelima. Kedua ditempati oleh Kinshasa di Kongo dengan AQI poin sebesar 157, ketiga ada Lahore di Pakistan dengan AQI poin sebesar 155, keempat Delhi di India dengan AQI poin sebesar 137, dan kelima Dhaka di Banglades dengan AQI poin sebesar 133.

Jakarta Butuh 71 Titik Stasiun Pemantai Kualitas Udara

 Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini memerlukan 71 titik Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) agar intervensi kebijakan dapat diambil dengan tepat terkait kualitas udara, baik sektor kesehatan, pendidikan, maupun transportasi.

"Saat ini baru terealisasi 31 titik," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, bahwa kebutuhan data yang akurat terkait SPKU juga dibutuhkan dari sektor kesehatan, pendidikan dan transportasi. Menurut dia, 31 titik SPKU yang tersebar di wilayah DKI itu masih sangat kurang untuk memantau kualitas udara di Jakarta.

Ia menjelaskan, dari hasil kajian yang ada bahwa kebutuhan SPKU di DKI mencapai 71 unit atau sekitar empat SPKU per kecamatan.

"Kami memang sudah mengkaji kebutuhan SPKU dan jumlah 71 unit ini merupakan kajian," katanya. 

Asep melanjutkan bahwa dengan adanya SPKU ini, maka banyak intervensi kebijakan yang dapat diambil dengan tepat terkait kualitas udara, baik sektor kesehatan, pendidikan, maupun transportasi.

Ia mencontohkan bahwa untuk sektor kesehatan, dengan akurasi data terkait kualitas udara di suatu daerah maka petugas atau dinas kesehatan dapat mengintervensi melalui persiapan obat-obatan terutama yang berhubungan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

Begitu juga pada sektor transportasi, kata Asep, ketika di suatu lokasi kualitas udara memburuk, maka petugas Dinas Perhubungan dapat memberlakukan sejumlah rekayasa dalam mengurangi jumlah kendaraan.

"Akurasi data terkait kualitas udara untuk dinas kesehatan nanti bisa menentukan intervensi terhadap kondisi penyakit yang diderita. Ini bisa merujuk dari data yang dihasilkan oleh SPKU," katanya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...