Emisi Kelistrikan Indonesia Naik Tajam Didorong Penggunaan Energi Batu Bara
Lembaga think tank international, Ember, mencatat penggunaan batu bara di sektor tenaga listrik dalam 10 tahun terakhir meningkat hampir dua kali lipat. Penggunaan batu bara secara masif ini berkontribusi terhadap lonjakan dalam emisi sektor listrik secara keseluruhan.
Hal tersebut terungkap dalam laporan terbaru Ember “Indonesia’s Expansion of Clean Power can Spur Growth and Equality”. Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan Asia Tenggara Ember, Dinita Setyawati, mengatakan bahan bakar fosil menyumbang 81% listrik Indonesia, yang merupakan porsi terbesar dalam pembangkitan listrik.
"Penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batu bara, telah meningkat secara signifikan dalam 10 tahun terakhir. Hal ini menyebabkan emisi sektor tenaga listrik meningkat tajam, yaitu sebanyak 86 juta ton CO2 (MtCO2) antara 2023 dan 2013," ujar Dinita dikutip dalam laporanya, Rabu (14/8).
Dinita mengatakan, naiknya emisi sektor tenaga listrik dalam dua dekade terakhir terjadi karena rekor pemasangan dan pemanfaatan kapasitas pembangkit listrik yang menghasilkan karbon. Hal itu khususnya batu bara dengan penambahan 30 gigawatt (GW), gas dengan penambahan 6 GW, dan biomassa dengan penambahan 1,5 GW.
Lonjakan ini didorong oleh investasi dalam pembangkit listrik tenaga batu bara, yang dipicu oleh program pembangunan listrik 35.000 MW yang diperkenalkan pemerintah pada tahun 2015, yang secara signifikan mempercepat laju pembangunan pembangkit listrik baru di bawah naungan pertumbuhan ekonomi 5-7%.
"Pinjaman untuk belanja modal pada pembangkit listrik tenaga batu bara mencapai US$ 1 miliar pada tahun 2021-2022, yang mengakibatkan kelebihan kapasitas dalam pembangkit listrik tenaga batu bara," ujarnya.
Tidak Sesuai Dengan Kebijakan KEN
Dinita mengatakan, Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menetapkan target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 tidak direalisasikan secara optimal oleh pemerintah.
Kondisi tersebut terlihat dari pertumbuhan kapasitas energi terbarukan antara 2018 sampai 2023, Indonesia hanya menambahkan 3,3 GW energi terbarukan, sehingga totalnya menjadi 13 GW pada tahun 2023.
"Tambahan kapasitas terbesar adalah bioenergi 1,3 GW, diikuti oleh tenaga hidro 1 GW, surya 0,5 GW, panas bumi 0,5 GW, dan angin 0,01 GW. Sebaliknya, Indonesia memasang tambahan kapasitas bahan bakar fosil sebesar 26 GW dalam lima tahun terakhir," ujarnya.
Lanjutnya, bahan bakar fosil sekarang menyumbang 80 GW, atau 86 persen dari total kapasitas pembangkit listrik sebesar 93 GW pada tahun 2023.
Pada tahun 2023, energi terbarukan menyumbang 19 persen atau 65 Terawatt hour (TWh) dari bauran listrik Indonesia, baik yang on-grid maupun tidak terhubung ke jaringan listrik (off-grid).
Pembangkitan tenaga surya dan angin hanya memberikan kontribusi masing-masing sebesar 0,2 persen atau sebesar 0,7 TWh dan 0,1 persen atau sebesar 0,5 TWh. Hidro merupakan penyumbang terbesar sebesar 7 persen atau sebesar 25 TWh, diikuti oleh bioenergi sebesar 6,4 persen atau sebesar 22 TWh, dan panas bumi sebesar 4,8 persen atau sebesar 17 TWh.
"Sebesar 81 persen atau 285 TWh permintaan listrik sisanya dipenuhi oleh bahan bakar fosil. Pada tahun 2023, batu bara menyumbang 62 persen atau sebesar 217 TWh pembangkitan listrik. Listrik dari gas juga mencatat kenaikan 6,9 persen dari 58 TWh pada tahun 2013 menjadi 62 TWh pada tahun 2023," ungkapnya.