Wacana Pulau Sampah Ancam Mata Pencaharian dan Kesehatan Nelayan
Rencana Pemerintah Provinsi Jakarta untuk membangun pulau sampah dinilai akan berdampak negatif terhadap nelayan dan masyarakat pesisir. Manajer Kampanye Polusi dan Urban, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar, mengatakan pembangunan pulau sampah akan memberikan dampak terhadap kesehatan dan juga mata pencaharian masyarakat pesisir khususnya nelayan.
"Bagi nelayan, ada potensi penurunan hasil tangkapan karena ekosistem yang terancam rusak akibat cemaran dari pulau sampah," ujar Ghofar kepada Katadata, Kamis (30/8).
Selain itu, Ghofar mengatakan, reklamasi untuk pembuatan pulau juga berpotensi menghalangi akses nelayan ke wilayah tangkap. Rusaknya ekosistem juga berdampak pada hasil tangkap nelayan. Pembamgunan pulau sampah juga berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan untuk masyarakat pesisir yang disebabkan pencemaran air, udara, dan tanah.
"Concern khusus kalau pulau sampah dibangun dengan fasilitas pembakaran sampah, maka potensi pelepasan emisi beracun seperti dioksin dan furan akan mengancam kesehatan masyarakat," ujarnya.
Ghofar mengatakan, pulau sampah juga berisiko tinggi mencemari lingkungan dari jenis sampah seperti plastik, limbah elektronik, dan jenis limbah B3 (bahan beracun berbahaya) lain. Kondisi tersebut akan memperburuk situasi perairan Teluk Jakarta yang saat ini sudah tercemar logam berat dan mikroplastik.
"Pembuatan pulau sampah akan memperparah situasi tersebut," ucapnya.
Menurutnya, proyek pulau sampah di Maladewa dan Singapura yang menjadi rujukan rencana PJ Gubernur DKJ, Heru Budi, memiliki sejumlah masalah seperti kesehatan dan lingkungan. Selain itu, kondisi pengelolaan sampah di Jakarta tidak bisa disamakan dengan Singapura dan Maladewa yang terkendala keterbatasan lahan untuk fasilitas pengelolaan sampah.
Ghofar mengatakan, proyek pulau sampah di Maladewa menimbulkan kerusakan ekosistem laut karena cemaran limbah seperti baterai bekas, asbes, timbal dan material lain yang masuk ke perairan.
"Pencemaran ini menyebabkan kerusakan ekologi sekaligus meningkatkan risiko kesehatan bagi masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, Pulau Semakau yang dijadikan pulau sampah oleh Singapura saat ini dalam kondisi terisi lebih dari setengahnya dan terancam kelebihan kapasitas. Akibatnya, muncul desakan dari pakar di Singapura untuk mulai fokus pada upaya pengurangan sampah secara signifikan pada keseluruhan siklus material baik sampah plastik maupun organik.
Menurut Ghofar, berdasarkan pengalaman Pulau Sampah di Maladewa dan Singapura tersebut, kebijakan pembangunan pulau sampah baik di Jakarta maupun wilayah lain adalah pilihan yang tidak tepat.
"Tidak ada urgensi dari sisi pengadaan lahan dan kebijakan ini juga tidak akan menyelesaikan persoalan darurat sampah jika pemerintah enggan mengupayakan langkah-langkah pengurangan dari sumber sampah," ujarnya.