Prabowo Bidik Pendanaan Hijau US$65 Miliar dari Penjualan Kredit Karbon

Hari Widowati
15 September 2024, 10:11
Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, berencana untuk meluncurkan sebuah dana ekonomi hijau dengan menjual kredit emisi karbon dari berbagai proyek seperti pelestarian hutan hujan.
ANTARA FOTO/Uyu Septiyati Liman/Ak/nym.
Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, berencana untuk meluncurkan sebuah dana ekonomi hijau dengan menjual kredit emisi karbon dari berbagai proyek seperti pelestarian hutan hujan.
Button AI Summarize

Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, berencana untuk meluncurkan sebuah dana ekonomi hijau dengan menjual kredit karbon dari berbagai proyek seperti pelestarian hutan hujan. Prabowo menargetkan dana tersebut bisa mengumpulkan US$65 miliar (Rp 1.001,8 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.411/US$) pada tahun 2028.

Salah satu penasihat Prabowo untuk kebijakan iklim, Ferry Latuhihin, mengatakan kepada Reuters bahwa sebuah badan baru untuk peraturan emisi karbon akan dibentuk untuk mengawasi upaya-upaya untuk mencapai target-target emisi Indonesia di bawah perjanjian Paris.

Badan tersebut kemudian akan membentuk “kendaraan misi khusus” yang akan mengelola dana hijau dan mengoperasikan proyek-proyek penyeimbangan karbon. "Proyek-proyek tersebut akan mencakup pelestarian hutan, reboisasi, dan penanaman kembali lahan gambut dan hutan bakau, untuk menghasilkan kredit karbon yang dapat dijual secara internasional," kata Latuhihin kepada Reuters.

Targetnya adalah untuk mengembangkan kendaraan ini hingga mencapai Rp 1.000 triliun rupiah ($65 miliar) pada tahun 2028. “Kita perlu memanfaatkan keunggulan komparatif kita, yaitu alam,” kata Latuhihin.

Skala dana yang diusulkan, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, memiliki potensi untuk membantu Indonesia yang merupakan salah satu dari sepuluh penghasil emisi terbesar di dunia dan rumah bagi hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia untuk mencapai target netralitas karbon pada tahun 2060.

Namun, proyek ini masih menghadapi tantangan besar, termasuk persaingan di pasar karbon global dan memastikan proyek-proyek tersebut dianggap kredibel.

Christina Ng, Direktur Pelaksana Energy Shift Institute, sebuah lembaga pemikir yang berfokus pada transisi energi di Asia, mengatakan bahwa ekosistem alam Indonesia yang luas menawarkan ruang lingkup untuk proyek-proyek penyeimbangan karbon yang besar. Namun, target-target yang ditetapkan sangat ambisius dari sisi finansial dan operasional.

Prabowo, yang akan dilantik pada tanggal 20 Oktober, telah berjanji untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi 8% selama masa jabatan lima tahunnya. Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5%. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi itu akan dilakukan melalui investasi dalam proyek-proyek hijau.

Latuhihin mengatakan bahwa proyek-proyek penggantian kerugian akan menciptakan kesempatan kerja yang besar dan dapat membantu mencapai target pertumbuhan.

Pemerintah yang akan datang akan menyediakan modal awal. Pemerintah berharap dana tersebut akan berkembang dengan menjual kredit karbon di dalam dan luar negeri dan membayar dividen kepada pemerintah setelah proyek-proyek tersebut menghasilkan keuntungan.

Latuhihin mengatakan, dengan mengumpulkan dana dalam sebuah badan seperti itu, Indonesia dapat menjalankan proyek-proyek hijau berskala besar tanpa menggunakan anggaran pemerintah.

Ia mengatakan bahwa standar-standar internasional mengenai verifikasi akan diikuti, dan teknologi akan digunakan untuk mengkonfirmasi berapa banyak karbon dioksida (CO2) yang diserap oleh setiap proyek dari atmosfer.

Target yang Menantang

Ng mengatakan bahwa kredit karbon berbasis alam biasanya diperdagangkan antara US$5 (Rp 77.058) hingga US$50 (Rp 770.585) per metrik ton setara CO2. Tahun lalu, harga rata-rata kredit karbon di bawah US$10 (Rp 154.117) per ton.

Bahkan dengan harga US$50 per ton, untuk mengumpulkan US$10 miliar (Rp 154,12 triliun) per tahun dibutuhkan penjualan 200 juta ton kredit karbon. "Jumlah tersebut masih kurang dari total 239 juta ton penerbitan kredit karbon yang dicatat oleh seluruh pasar sukarela global pada puncaknya di tahun 2021," ujar Ng.

Dengan harga US$10 (Rp 154.117) per ton, volume yang sama hanya akan menghasilkan US$2 miliar (Rp 30,8 triliun) per tahun, sehingga target US$65 miliar (Rp 1.001 triliun) semakin jauh dari jangkauan.

“Mengingat lanskap pasar karbon global yang kompetitif, dengan negara-negara seperti Brasil dan negara-negara lain di Asia Tenggara yang juga menawarkan kredit berbasis alam, entitas ini perlu menunjukkan bahwa kredit mereka memenuhi standar tertinggi,” ujarnya Ng. Ia menambahkan bahwa rekam jejak Indonesia selama ini dirusak oleh isu-isu tata kelola.

Laju deforestasi di Indonesia telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun, Indonesia sering melaporkan kebakaran hutan, yang seringkali dimulai oleh para petani untuk membuka lahan perkebunan.

Pemerintah yang akan datang akan mengadakan road show untuk mempromosikan proyek-proyek ini di luar negeri. Dengan road show ini, pemerintahan Prabowo berharap dapat bekerja sama dengan bank-bank internasional besar dalam penjualan kredit karbon di pasar-pasar yang memiliki harga karbon yang lebih tinggi.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...