Gas Rumah Kaca Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Picu Suhu Naik

Tia Dwitiani Komalasari
19 September 2024, 11:21
Foto udara tower pemantau Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Klimatologi Jambi, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (18/7/2024). BMKG meresmikan pembangunan tower pantau GRK kedua di Indonesia setinggi 100 meter di Jambi dengan tujuan mengawasi konsentrasi gas rumah k
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.
Foto udara tower pemantau Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Klimatologi Jambi, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (18/7/2024). BMKG meresmikan pembangunan tower pantau GRK kedua di Indonesia setinggi 100 meter di Jambi dengan tujuan mengawasi konsentrasi gas rumah kaca sebagai upaya mitigasi dan pengendalian perubahan iklim di Indonesia.
Button AI Summarize

Kosentrasi gas rumah kaca (GRK) cetak rekor tertinggi sepanjang sejarah berdasarkan data yang dikoordinasikan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Kondisi ini memicu kenaikan suhu global.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan terdapat kemungkinan 80 persen suhu rata-rata global di dekat permukaan Bumi akan melebihi 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, pada setidaknya satu hingga lima tahun mendatang. Selain itu, terdapat 47 persen kemungkinan bahwa rata-rata suhu lima tahun dari 2024-2028 akan melampaui ambang batas tersebut.

Sementara 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah dengan selisih yang signifikan, disertai dengan cuaca ekstrem yang meluas. Tren ini berlanjut pada paruh pertama tahun 2024.

Kesenjangan emisi antara aspirasi dan kenyataan masih sangat besar. Berdasarkan kebijakan saat ini, terdapat dua pertiga kemungkinan bahwa pemanasan global akan mencapai 3 derajat Celcius pada abad ini, menurut laporan United in Science.

"Kita membutuhkan tindakan mendesak dan ambisius, sekarang, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, aksi iklim, dan pengurangan risiko bencana. Keputusan yang kita buat hari ini bisa menjadi perbedaan antara keruntuhan masa depan atau terobosan menuju dunia yang lebih baik," kata Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dalam konferensi pers PBB dikutip dari Anadolu, Kamis (19/9).

Saulo mencatat dunia telah mengalami rangkaian suhu permukaan daratan dan laut yang sangat tinggi secara global sejak Juni 2023.

"Meski ada kemungkinan kemunculan peristiwa pendinginan jangka pendek La Nina, hal itu tidak akan mengubah trajektori jangka panjang dari kenaikan suhu global akibat gas rumah kaca yang menjebak panas di atmosfer," katanya.

Saulo mengatakan, sembilan tahun terakhir telah menjadi yang terpanas dalam sejarah, meski ada pengaruh pendinginan dari La Nina yang berlangsung beberapa tahun dari 2020 hingga awal 2023.

Peristiwa El Nino 2023  hingga 2024 mulai muncul pada Juni 2023. Fenomena ini memuncak pada November 2023 - Januari 2024 sebagai salah satu dari lima El Nino terkuat yang tercatat.

Kecerdasan Buatan (AI)

Saulo mengatakan, kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin telah muncul sebagai teknologi yang berpotensi merevolusi prakiraan cuaca dan dapat membuatnya lebih cepat, lebih murah, dan lebih mudah diakses.

"Teknologi satelit canggih dan realitas virtual yang menjembatani dunia fisik dan digital membuka cakrawala baru, misalnya dalam pengelolaan lahan dan air," kata Celeste Saulo.

Namun, dia menambahkan bahwa sains dan teknologi saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Di dunia yang semakin kompleks, Negara-negara harus merangkul beragam pengetahuan, pengalaman, dan perspektif untuk menciptakan solusi bersama.

Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah mengakibatkan perubahan yang luas dan cepat di atmosfer, lautan, cryosphere (wilayah es), dan biosfer. Tahun 2023 adalah yang terpanas dalam sejarah dengan margin yang signifikan, disertai dengan cuaca ekstrem yang meluas. Tren ini berlanjut pada paruh pertama tahun 2024.

Emisi gas rumah kaca (GRK) global naik sebesar 1,2 persen dari 2021 ke 2022, mencapai 57,4 miliar ton setara karbon dioksida (CO2). Konsentrasi rata-rata permukaan global dari CO2, metana (CH4), dan nitrous oxide juga mencapai level tertinggi baru.

Ketika Perjanjian Paris PBB diadopsi pada 2015, emisi gas rumah kaca diproyeksikan meningkat sebesar 16 persen pada 2030 dibandingkan dengan tahun 2015. Peningkatan yang diproyeksikan sekarang sebesar 3 persen, menunjukkan adanya kemajuan, menurut laporan tersebut.

Namun, kesenjangan emisi untuk tahun 2030 tetap tinggi. Untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius dan 1,5 derajat Celcius (di atas era pra-industri), emisi GRK global pada 2030 harus dikurangi masing-masing sebesar 28 persen dan 42 persen dari level yang diproyeksikan oleh kebijakan saat ini.


Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...