Tren Pembukaan Lahan Sawit di Indonesia Tingkatkan Emisi Karbon

Image title
1 Oktober 2024, 14:45
Pekerja memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tempat penampungan hasil (TPH) kelapa sawit Desa Lampisi, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Sabtu (7/9/2024). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyebutkan Rencana Kerja Pemerinta
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/YU
Pekerja memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tempat penampungan hasil (TPH) kelapa sawit Desa Lampisi, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Sabtu (7/9/2024). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyebutkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 diarahkan untuk mengoptimalkan potensi daerah, di antaranya pengembangan industri berbasis sumber daya alam (SDA) dan hilirisasi komoditas unggulan seperti kelapa sawit, kelapa, dan karet.
Button AI Summarize

Lembaga nirlaba yang bergerak di bidang penanggunalangan krisis iklim di Indonesia, Madani Berkelanjutan, menilai budaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia berpotensi terus meningkatkan produksi emisi gas rumah kaca (GRK). Pasalnya, industri sawit di Indonesia cenderung memilih untuk memperluas lahan sawit dibandingkan meningkatkan produktivitas.

Deputy Director Madani Berkelanjutan, Giorgio Budi Indarto, mengatakan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia lebih banyak melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan dalam meningkatkan produksi. Di sisi lain, produktivitas sawit Indonesia sangat rendah.

"Trend untuk Indonesia itu tidak pernah meningkatkan produktivitas. Padahal produktivitas Indonesia itu rendah banget 3 kilogram (kg) CPO per  hektare per tahun, padahal targetnya itu 7 kg," ujar Giorgio dalam Media Breafing Titik Nadir Batas Atas Sawit, di Jakarta, Selasa (1/10).

Giorgio mengatakan, langkah industri kelapa sawit di Indonesia untuk terus ekstensifikasi lahan menciptakan emisi GRK yang tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun Madani berkelanjutan pada 2022, setiap hektare hutan alam dapat menyimpan karbon sebanyak 254 ton.

Dengan adanya deforestasi sebanyak 56 ribu hektare untuk perkebunan sawit pada 2022, setara dengan melepas 14,2 juta ton karbon. "Seluas 3,9 juta hektare sawit di lahan gambut berpotensi terhadap pelepasan 11,5 juta ton karbon per tahun," ujarnya.

Dia mengatakan, budaya ekstensifikasi di industri kelapa sawit juga menyebabkan terjadinya konflik perebutan lahan atau agraria yang akan terus bermunculan. Madani Berkelanjutan mencatat terdapat 88 konflik perebutan lahan sawit yang muncul per 2023.

Berdasarkan data yang dihimpun Madani Berkelanjutan, luas tutupan sawit yang berada di dalam kawasan hutan sampai dengan 2023 tercatat seluar 3,2 juta hektare. Sedangkan sawit yang berada di dalam lahan tutupan gambut hingga 2023 tercatat sebesar 3,9 juta hektare, dan perkebunan sawit yang tumpang tindih dengan konsesi lain sebesar 12 juta hektare.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...