Walhi hingga Masyarakat Adat Minta MK Keluarkan Putusan Sela UU Konservasi Alam

Image title
8 Oktober 2024, 11:09
Wisatawan berjalan di Pantai Hondue di Desa Kollo Soha, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Sabtu (21/9/2024).
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU
Wisatawan berjalan di Pantai Hondue di Desa Kollo Soha, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Sabtu (21/9/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan meminta agar Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan sela atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE).

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia memulai sidang pemeriksaan pendahuluan perkara nomor 132/PUU-XXII/2024 terkait pengujian formil terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) pada Senin (7/10).

Permohonan uji formil ini diajukan oleh Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), serta perwakilan Masyarakat Adat Ngkiong, Mikael Ane.

Kuasa Hukum koalisi, Judianto Simanjuntak, mengatakan koalisi meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan putusan sela kepada Presiden agar tidak menerbitkan peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden hingga Mahkamah memutuskan perkara tersebut. Hal ini didasari oleh temuan tim advokasi yang menunjukkan adanya sepuluh ketentuan dalam UU KSDAHE yang perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

“Dengan adanya putusan sela, akan ada jaminan kepastian hukum bagi para pemohon yang sedang memperjuangkan hak-haknya,” ujar Judianto dalam keterangan tertulis, Selasa (8/10).

Sementara itu, Syamsul Alam Agus, yang merupakan salah satu kuasa hukum koalisi mengatakan pengujian formil ini diajukan karena proses pembentukan UU KSDAHE dianggap tidak memenuhi sejumlah asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Undang-undang 32/2024 dianggap tidak memenuhi asas kejelasan tujuan karena tidak memberikan kejelasan arah kebijakan dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Selain itu, UU ini juga tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan karena proses penyusunannya tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait secara menyeluruh, terutama masyarakat adat yang paling terdampak.

"Asas keterbukaan juga diabaikan karena kurangnya transparansi dalam proses pembentukannya,” ujar Syamsul.

Pemerintah telah mengesahkan UU KSDAHE pada 9 Juli 2024. Menteri LHK, Siti Nurbaya, inisiasi ini merupakan jawaban kebutuhan yang berkaitan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang semakin penting untuk direspon.

Menurutnya, inisiatif perubahan UU nomor 5 tahun 1990 merupakan langkah efektif dalam rangka menjaga potensi dan menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam sembari membuka ruang akses kesejahteraan masyarakat. Konservasi ekosistem sumber daya hayati dan genetik sangat vital bagi kehidupan manusia. Maka dari itu, diperlukan pengaturan yang bertujuan untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

"Ada tiga prinsip yang dijalankan dalam konservasi, yakni perlindungan sisitem penyangga kehidupan, pengawetan tumbuhan dan satwa liar serta pemanfaatan secara lestari. Termasuk penyelenggaraan KSDAHE yang didasarkan atas ekosistem yang saling berkaitan sehingga harus dikelola dalam satu kesatuan manajemen," ucapnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...