Hasil Studi: Berita Iklim Masih Tenggelam di Antara Isu Politik dan Ekonomi

Image title
26 November 2024, 14:34
Sejumlah mahasiswa mengikuti aksi simpatik krisis iklim dan percepatan transisi energi di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/8/2024).
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/rwa.
Sejumlah mahasiswa mengikuti aksi simpatik krisis iklim dan percepatan transisi energi di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/8/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Media di Indonesia belum marak menyuarakan mengenai krisis iklim. Narasi tentang iklim masih tenggelam dibandingkan berita politik hingga ekonomi.

Kesimpulan itu didapatkan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Kata Data Green, bersama dengan Coaction Indonesia dan Yayasan Humanis. Kajian dilakukan dengan melakukan penelitian pada 11 media daring dan platform X (Twitter), periode Agustus 2022 hingga Agustus 2023.

Berdasarkan kajian tersebut, artikel tentang isu lingkungan tidak pernah melebihi 0,34% setiap tahunnya. Artikel perubahan iklim menjadi yang paling sering dibahas.

Kemudian di posisi kedua ditempati oleh topik mengenai krisis iklim khususnya mengenai pemberitaan terkait bencana. Sedangkan keadilan iklim hanya mendapat porsi pemberitaan yang sangat sedikit.

"Kita bandingkan dengan keseluruhan pemberitaan tiap bulan, ternyata proporsinya cukup kecil, sangat kecil malah teman-teman, masih kalah dengan pemberitaan ekonomi, kemudian korupsi, politik, dan lain sebagainya," ujar Deputy Head Katadata Green, Jeany Hartriani, dalam diskusi kebijakan publik, di Jakarta, Selasa (26/11).

Jeany mengatakan, pemberitaan atau narasi mengenai iklim masih ditarik oleh forum besar seperti perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim atau COP yang tahun ini dilaksanakan di Baku, Azerbaijan.

"Jadi ada forum besar apa, kayak yang kemarin barusan di COP29 misalnya. Itu pemberitaan itu biasanya naik, apalagi ada hashim di sana, ada kebijakan apa, komitmen yang ditanda tangani dan lain sebagainya," ujarnya.

Namun, sayangnya narasi atau pemberitaan tersebut akan hilang secara bertahap setelah perhelatan acara mengenai iklim telah berakhir. Artinya, pemberitaan mengenai kondisi iklim belum dilaksanakan dengan konsisten.

Peneliti Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Edbert Gani Suryahudaya, mengatakan masyarakat belum bisa merasakan krisis iklim meskipun sudah di ambang mata. Hal itu menyebabkan berita tentang iklim belum banyak dicari.

Dia mengatakan pemangku kepentingan pun membaca lingkungan dengan kacamata yang berbeda. "Mereka menyimpulkan masalahnya juga beda, akhirnya solusinya juga berbeda," ujarnya.

.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...