Perpres Prabowo soal Penertiban Kawasan Hutan Disorot karena Kental Militerisme

Image title
24 Januari 2025, 15:58
Foto udara perambahan kayu secara ilegal dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Merangin, Jambi, Selasa (17/9/2024).
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/nym.
Foto udara perambahan kayu secara ilegal dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Merangin, Jambi, Selasa (17/9/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Peraturan Presiden (Perpres) nomor 5 tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan dinilai bermasalah karena kental dengan pendekatan militerisme. Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengatakan hal itu terlihat jelas dari penunjukan Menteri Pertahanan dan TNI untuk mengurus penertiban kawasan hutan. 

Dia mengatakan, militerisme atas nama penertiban kawasan hutan ini berpotensi menambah daftar panjang tindakan represif negara terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal yang selama ini hidup dan beraktivitas di sekitar hutan. Hal ini seperti yang sudah terjadi di pusaran proyek food and energy estate di Merauke, Papua Selatan.

"Dengan struktur satgas yang problematik ini, kita patut mempertanyakan komitmen dan transparansi pemerintah untuk menertibkan dan melindungi kawasan hutan,” kata Leonard, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (24/1).

Menurut Leonard, penerbitan Perpres tersebut dinilai merupakan langkah untuk mengalihfungsikan 20 juta hektare hutan untuk swasembada pangan dan energi. Hal ini memicu kekhawatiran terhadap komitmen iklim dan biodiversitas Indonesia.

Leonard mengatakan alih fungsi ini mengancam lingkungan, mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati, dan merugikan masyarakat adat serta lokal yang bergantung pada hutan. Pembukaan lahan jelas akan meningkatkan emisi karbon, termasuk memicu kebakaran dan kabut asap, terutama di lahan gambut.

"Menyamakan perkebunan kelapa sawit dengan keanekaragaman hutan Indonesia yang kaya adalah kekeliruan besar,” ujarnya. 

Meski Presiden Prabowo mengatakan komitmen transisi energi, namun kebijakan pemerintah justru mendukung hilirisasi batu bara, termasuk pembangunan PLTU baru.

"Target energi terbarukan 100% masih sumir dengan cakupan saat ini hanya 14% dan pertumbuhan tahunan hanya sekitar 1%," ucapnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...