Kota-kota Dunia Menghadapi Ancaman Banjir dan Kekeringan Akibat Kenaikan Suhu

Hari Widowati
14 Maret 2025, 14:20
banjir, cuaca ekstrem
ANTARA FOTO/Ferlian Septa Wahyusa/Adm/YU
Warga mengendong anaknya saat melintasi banjir di Kebon Pala, Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Ringkasan

  • Siklus air global terganggu akibat kenaikan suhu, menyebabkan perubahan cuaca ekstrem dari kekeringan menjadi banjir di kota-kota terpadat dunia. Asia Selatan dan Tenggara mengalami peningkatan curah hujan, sementara Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara semakin kering.
  • Hangzhou dan Jakarta menduduki peringkat teratas kota yang mengalami "cambukan iklim", yaitu banjir dan kekeringan berkepanjangan secara beruntun. Kota-kota seperti Dallas, Shanghai, dan Baghdad juga menghadapi peningkatan risiko banjir dan kekeringan ekstrem secara bersamaan.
  • Sejumlah kota mengalami perubahan iklim ekstrem, seperti Kolombo dan Mumbai yang menjadi lebih basah, sementara Kairo dan Hong Kong semakin kering. Banyak kota perlu berinvestasi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim yang tidak terduga.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Cuaca di beberapa kota terpadat di dunia berubah-ubah dari kekeringan menjadi banjir dan kembali lagi karena kenaikan suhu yang mengganggu siklus air global. Hal ini terungkap dari studi yang dilakukan oleh badan amal WaterAid, pada Rabu (12/3).

Asia Selatan dan Asia Tenggara menghadapi tren curah hujan terkuat, sementara Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara menjadi semakin kering. Temuan WaterAid itu berdasarkan data cuaca selama 42 tahun yang diambil dari lebih dari 100 kota terpadat di dunia.

“Akan ada pemenang dan pecundang terkait dengan perubahan iklim. Ini sudah terjadi,” kata Michael Singer dari Water Research Institute di Cardiff University, salah satu penulis studi tersebut, seperti dikutip Reuters.

Kota Hangzhou di bagian timur Cina dan ibu kota Indonesia, Jakarta, menduduki peringkat teratas dalam daftar kota-kota yang menderita “cambukan iklim”, atau banjir dan kekeringan yang berkepanjangan secara beruntun.

Sebanyak 15% dari kota-kota yang disurvei juga menghadapi kondisi terburuk dari kedua kondisi tersebut. Risiko banjir dan kekeringan yang ekstrem meningkat pada saat yang bersamaan, di antaranya kota Dallas di Texas, pusat perdagangan Cina, Shanghai, dan Baghdad, ibu kota Irak.

“Anda tidak bisa berasumsi setiap tempat memiliki respons yang sama terhadap pemanasan atmosfer,” ujar Singer.

Kota pesisir Cina, Hangzhou, mencatat rekor dengan lebih dari 60 hari dengan suhu tinggi yang ekstrem tahun lalu. Kota itu juga dilanda banjir besar yang memaksa puluhan ribu orang mengungsi.

Perubahan Iklim yang Ekstrem

Seperlima dari kota-kota tersebut telah mengalami perubahan iklim yang ekstrem. Ibu kota Sri Lanka, Kolombo, dan pusat keuangan India, Mumbai, “berbalik” menjadi lebih basah. Sedangkan ibu kota Mesir, Kairo, dan Hong Kong, semakin kering.

Singer memperingatkan, banyak kota yang membangun infrastruktur untuk memaksimalkan pasokan air yang langka atau mengurangi kerusakan akibat banjir kini menghadapi situasi yang sama sekali berbeda, dan perlu berinvestasi untuk beradaptasi.

Beberapa kota yang mengalami perubahan yang menguntungkan termasuk ibu kota Jepang Tokyo, London dan Guangzhou di Cina bagian selatan, yang memiliki bulan basah dan bulan kering yang jauh lebih sedikit selama periode 2002-2023 dibandingkan dengan dua dekade sebelumnya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...