Kemenperin Targetkan 9 Sektor Industri Ikut Perdagangan Karbon pada 2027

Tia Dwitiani Komalasari
17 Maret 2025, 14:06
Pengunjung mengamati layar yang menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025).
ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/tom.
Pengunjung mengamati layar yang menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025).

Ringkasan

  • Manajemen eFishery diduga berbohong soal keuntungan kepada investor. Laporan awal menunjukkan perusahaan merugi US$ 35,4 juta dan menggelapkan dana hampir US$ 600 juta selama Januari September 2024.
  • Investigasi dimulai setelah ada pelaporan dari whistleblower tentang ketidakakuratan laporan keuangan. Pembukuan internal menunjukkan kerugian yang dipertahankan eFishery sekitar US$ 152 juta selama Januari November 2024.
  • Jajaran direksi eFishery membebastugaskan sementara CEO dan Chief Product Officer setelah dugaan penyelewengan uang perusahaan, termasuk penggelembungan pendapatan.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan sembilan subsektor industri bisa ikut dalam perdagangan karbon (carbon trading) pada tahun 2027. Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizal mengatakan sembilan sektor tersebut yakni semen, tekstil, baja/logam, pulp dan kertas, keramik dan kaca, makanan dan minuman, pupuk, alat transportasi, dan sektor kimia.

"Paling cepat 2027, karena perlu data inventory minimal 2 tahun," kata Andi di Jakarta, Senin (17/3).

Untuk mewujudkan hal tersebut, dia mengatakan, Kementerian Perindustrian memerlukan data seberapa besar batas-batas emisi yang mampu dicapai oleh masing-masing sektor, mengingat tiap subsektor industri memiliki perbedaan.

Menurut Andi, Kemenperin tidak bisa melakukannya secara sendiri, perlu kolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk mengakselerasi hal tersebut. Dengan demikian, penurunan emisi (dekarbonisasi) di sektor industri bisa dilaksanakan sesuai dengan target Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) sebanyak 912 juta ton pada 2030.

Ia menyampaikan Kementerian Perindustrian bertekad untuk mempermudah skema administrasi dari laporan industri domestik melalui pelaporan di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).

"Jadi, kami ingin industri ini tidak terlalu banyak pekerjaan administratif membuat laporan segala macam, cukup satu kali laporan ke SIINas," katanya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan penerapan industri hijau di dalam negeri, turut menjadi solusi untuk menghadapi berbagai tantangan global, seperti mitigasi perubahan iklim, serta akselerasi dekarbonisasi.

"Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” kata dia

Agus mengatakan, saat ini Indonesia mempunyai lebih dari 3.600 gigawatt energi hijau yang bersumber dari energi terbarukan, seperti air, angin, matahari, panas bumi, gelombang laut, dan bio energi. Oleh karena itu, Indonesia harus terus konsisten dalam mengimplementasikan pemajuan industri hijau.

Untuk mewujudkan implementasi industri yang ramah lingkungan tersebut, pihaknya telah menetapkan standardisasi industri hijau (SIH) yang dalam standar tersebut ada indikator penurunan gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan target E-NDC sebanyak 912 juta ton pada tahun 2030. Industri hijau juga dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...