Menhut Kebut Proses Pengakuan Hutan Adat di Indonesia


Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan pihaknya memiliki dua inisiatif strategis yang akan didorong tahun ini, salah satunya untuk mempercepat proses pengakuan hutan adat di Tanah Air.
Raja Juli Antoni mengatakan sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Pengakuan Hutan Adat. Gugus tugas itu bersifat inklusif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk lembaga swadaya masyarakat.
"Fokusnya adalah mempercepat proses pengakuan hutan adat di Indonesia, mengingat peran penting hutan bagi identitas, budaya, dan kehidupan masyarakat adat," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (15/4).
Dia menjelaskan tentang inisiatif kedua yaitu Gugus Tugas Multiusaha Kehutanan (MUK). Inisiatif kedua itu bertujuan mendorong model bisnis kehutanan yang lebih beragam dan berkelanjutan. Konsep MUK memungkinkan berbagai bentuk usaha seperti ekowisata, hasil hutan non-kayu, jasa lingkungan, dan agroforestri dilakukan dalam satu kawasan dengan satu izin usaha.
Perwakilan dari gugus tugas MUK, Suryo Adiwibowo, menyampaikan bahwa hingga kini lebih dari 600 komunitas adat telah mendapat pengakuan resmi. Namun, tantangan verifikasi dan keterbatasan sumber daya masih menjadi kendala.
Dia mengusulkan pembentukan basis data nasional masyarakat adat dan penguatan komite adat di daerah sebagai langkah percepatan. Selain itu, peran dan tugas komite masyarakat adat setempat perlu diperkuat agar dapat lebih dioptimalkan upaya penyelarasan dan sinkronisasi peran dan tugas Dirjen Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan dengan peran dan tugas pemerintah daerah, dan juga dengan LSM.
"Belum ada yang melakukan hal ini, seperti identitas mereka, kearifan, nilai, norma, lokasi, dan tradisi lainnya. Dan sebelum itu hilang, sebelum lenyap, Pak Menteri, kita harus merekonstruksi kembali, menyatukan kembali dengan mereka," ujar Suryo.
Sementara itu, perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Widarmika Agung, menyampaikan bahwa MUK memiliki potensi besar dalam mendorong bisnis hutan regeneratif yang bisa mendukung ketahanan pangan, penyerapan karbon, hingga menciptakan pilar baru ekonomi nasional. Contoh sukses seperti kopi regeneratif di Jambi dan gula aren di Jawa menjadi landasan kuat untuk optimisme kolaboratif ke depan.
"Saya pikir kita harus optimis. Namun dari hasil kerja kita bersama, banyak diskusi dengan rekan-rekan di sini, kita tahu bahwa mewujudkan visi ini merupakan hal yang menantang," ujarnya.
Dia mengatakan, sejumlah tantangan tersebut adalah perusahaan kehutanan dan masyarakat sekarang tidak hanya perlu menguasai satu tugas atau satu komoditas saja, tetapi harus menguasai banyak komoditas.