Riset: Hutan Sekunder Sering Diabaikan dalam Upaya Penanganan Iklim
Hutan yang tumbuh kembali secara alami atau hutan sekunder sering kali diabaikan oleh para pembuat kebijakan yang berupaya mengatasi perubahan iklim. Padahal, hutan ini menyimpan potensi besar untuk menyerap karbon penyebab pemanasan planet dari atmosfer dengan cepat.
Hal itu terungkap dalam temuan para ilmuwan dalam sebuah makalah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change, pada Selasa (24/6).
Hutan sekunder yang tumbuh kembali setelah ditebang, seringkali untuk keperluan pertanian, dapat membantu mendekatkan dunia pada target emisi nol bersih yang dibutuhkan untuk memperlambat pemanasan global.
Temuan para ilmuwan menunjukkan hutan muda dapat menyerap karbon dari atmosfer hingga delapan kali lebih cepat per hektare dibandingkan hutan yang baru ditanam. Hutan muda terdiri atas pohon-pohon berusia 20-40 tahun.
Hal ini terjadi di saat perusahaan-perusahaan di seluruh dunia menggalang jutaan dolar untuk menanam kembali hutan dari awal guna menghasilkan kredit karbon. Kredit karbon itu mereka jual kepada industri pencemar yang ingin mengimbangi emisi gas rumah kaca mereka.
Di sisi lain, hutan sekunder sering kali tidak diizinkan tumbuh kembali cukup lama untuk memberikan manfaat bagi iklim. Di seluruh daerah tropis, mereka menemukan hanya 6% hutan sekunder yang mencapai dua dekade pertumbuhan kembali.
"Siklus deforestasi terjadi terus-menerus," kata Nathaniel Robinson, salah satu penulis dan ilmuwan di Center for International Forestry Research dan World Agroforestry, seperti dikutip Reuters, Rabu (25/6). Ia menambahkan, kerentanan mereka kemungkinan terkait dengan celah kebijakan.
Perlu Evaluasi Potensi Mitigasi Karbon Global dari Hutan Sekunder
Robin Chazdon, profesor riset di Forest Research Institute Universitas Sunshine Coast di Australia, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan evaluasi yang lebih terperinci tentang potensi mitigasi karbon global dari hutan sekunder memiliki implikasi penting yang dapat membentuk kebijakan iklim baru.
Minggu lalu, Reuters mengungkap bagaimana celah dalam Amazon Soy Moratorium, sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh para pedagang biji-bijian terbesar dunia. Kesepakatan itu menyebutkan mereka tidak akan membeli kedelai yang ditanam di lahan yang baru saja mengalami deforestasi.
Hal ini memungkinkan para petani Brasil memasarkan kedelai yang ditanam di hutan sekunder yang ditebang sebagai produk bebas deforestasi.
Moratorium, seperti banyak kebijakan konservasi di seluruh dunia, melindungi hutan hujan tua, tetapi tidak hutan yang tumbuh kembali. Menurut para ilmuwan, setengah dari hutan sekunder di Amazon Brasil ditebang dalam waktu delapan tahun setelah tumbuh kembali.
"Penghilangan karbon yang paling cepat dan terbesar berasal dari hutan sekunder muda ini," kata Susan Cook-Patton, seorang ilmuwan reforestasi di The Nature Conservancy, dan salah satu penulis riset ini. Namun, hutan-hutan ini seringkali tidak cukup dihargai.
