Penetapan Hutan Adat Dipercepat, Menhut Dorong Pemetaan

Ajeng Dwita Ayuningtyas
3 Juli 2025, 11:11
hutan, hutan adat, menhut
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nym.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (kanan) memberikan sambutan saat pertemuan bersama antara Kementerian Kehutanan dengan Basarnas di Kantor Pusat Badan SAR Nasional (Basarnas), Jakarta, Senin (30/6/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sekretariat Nasional Satuan Tugas di Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) membangun kolaborasi dengan civil society organization (CSO) dan lembaga donor, untuk mempercepat penetapan hutan adat. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyebut perlu pemetaan potensi penetapan hutan adat berdasarkan kendala dan potensinya untuk mendorong percepatan penetapan hutan adat. 

Menhut Raja Juli mengatakan pemetaan potensi dan kendala yang dihadapi hutan adat ini membutuhkan masukan dari kalangan CSO. Dalam rapat terbatas Satuan Tugas Percepatan Penetapan Hutan Adat yang berlangsung Selasa (1/7), beberapa CSO juga hadir antara lain HuMa, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), World Resources Institute (WRI), dan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM).

Direktur PKTHA Kemenhut, Julmansyah, mengatakan pihaknya telah melakukan diskusi persiapan dengan Kedutaan Besar Norwegia, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dan United Nations Development Programme (UNDP). Diskusi informal dengan sejumlah CSO juga telah dilakukan. 

Julmansyah menambahkan, hingga periode Mei-Juni 2025, progres penetapan hutan adat telah mencapai 50.984 hektare (ha).

Rapat terbatas tersebut juga menegaskan bahwa hutan adat yang keluar dari hutan negara, statusnya tetap kawasan hutan. Hal yang disampaikan Dr. Soeryo Prabowo dari IPB ini menjadi perhatian Menhut Raja Juli dan akan dibahas di internal Kemenhut.

Pengelolaan Hutan Adat Terus Bertambah Sejak 2016

Sebelumnya, pemerintah Indonesia memaparkan kemajuan dan perkembangan Program Hutan Adat dalam Forum Working Grup Local Community and Indigenous People Platform (FWG LCIPP) yang berlangsung di Bonn, Jerman, pada 10-13 Juni lalu. 

"Pada FWG 2025 di Bonn Jerman, Indonesia untuk pertama kalinya diminta Sekretariat LCIPP untuk menyampaikan best practice Indonesia," kata Yuli Prasetyo Nugroho, Kasubdit Penetapan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal dari Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kepada Antara, Minggu (22/6).

Kemenhut menyatakan capaian hutan adat Indonesia sejak 2016, dengan 156 komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) mengelola hutan adat seluas 332.505 ha di 19 provinsi dan 41 kabupaten/kota.

Implementasi terkait hutan adat yang dijalankan di Indonesia dipaparkan dalam acara Dialog Tahunan LCIPP " The Ethical and Equitable Incorporation of Indigenous Values and Knowledge and Local Knowledge Systems in Nationally Determined Contributions" yang dilakukan pada bulan Juni ini.

Yuli Prasetyo mengatakan indegenous people di Indonesia disebut dengan masyarakat hukum adat atau masyarakat adat. Oleh karena itu masyarakat lokal tidak dapat dipisahkan dari masyarakat hukum adat.

Mayoritas masyarakat Indonesia bersifat genealogis dan teritorial yang mendiami wilayah negara Indonesia yang memiliki interaksi dengan sumber daya alamnya.

"Hanya saja, masyarakat adat di Indonesia telah banyak mengalami perubahan dan transformasi baik karena ekonomi, pembangunan, dan perubahan sosial, tanpa pernah kehilangan jati dirinya sebagai masyarakat adat. Hal ini juga didukung oleh masyarakat adat di Brasil yang memiliki kesamaan dengan situasi di Indonesia," kata Yuli Prasetyo.

Hutan adat di Indonesia memiliki peran penting penting. Kawasan hutan saat ini terbagi menjadi hutan negara dan hutan adat, sehingga MHA memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia, khususnya dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

"Saat ini Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah membentuk Satgas Percepatan Penetapan Hutan Adat yang merangkul dan mengolaborasikan banyak pihak termasuk para akademisi dan lembaga swadaya masyarakat," ucapnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...