Pesut Makin Langka, Menteri KLH Soroti Krisis Ekologis Sungai Mahakam


Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyebut hanya ada 62 ekor pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) yang tersisa di habitatnya. Ia menyoroti hal tersebut sebagai peringatan keras akan adanya krisis ekologis di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
“Angka ini bukan sekadar data statistik. Ini merupakan indikator kuat degradasi ekosistem yang memerlukan perhatian dan tindakan segera,” ujar Hanif dalam kunjungan kerjanya ke Desa Pela, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Kamis (3/7).
Pesut Mahakam termasuk mamalia air tawar endemik Indonesia. Pesut Mahakam merupakan subpopulasi langka dari lumba-lumba Irrawaddy yang hanya hidup di Sungai Mahakam. Dengan tubuh abu-abu tanpa moncong dan perilaku sosial kompleks, spesies ini menjadi simbol kekayaan hayati dan identitas budaya masyarakat lokal Kalimantan Timur.
Sayangnya, pesut kini berada di ambang kepunahan. Beberapa faktor penyebabnya adalah pencemaran limbah tambang dan domestik, tabrakan kapal tongkang, serta praktik perikanan ilegal seperti penggunaan setrum dan bom ikan.
KLH juga menyebut ancaman terhadap pesut Mahakam merupakan cerminan dari tekanan sistemik terhadap ekosistem sungai. Penurunan populasi pesut menunjukkan keberlanjutan Sungai Mahakam sebagai sumber kehidupan bagi ribuan spesies dan masyarakat lokal kini berada dalam titik genting.
“Pelestarian pesut Mahakam melampaui kepentingan satu spesies; ini adalah upaya vital untuk menjaga keseimbangan ekologis Sungai Mahakam yang menopang kehidupan ribuan spesies dan masyarakat lokal,” ujar Hanif saat meninjau langsung ke Kawasan Danau Mahakam, habitat utama pesut.
Konservasi Pesut Mahakam menjadi bagian dari agenda prioritas nasional KLH/BPLH dalam rangka menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Hanif menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dan lintas sektor yang menyatukan kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, akademisi, masyarakat adat, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam kerangka kerja yang sinergis dan berbasis aksi nyata.
“Konservasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Diperlukan sinergi dari hulu ke hilir, dari perumusan kebijakan hingga aksi nyata di lapangan. Partisipasi aktif masyarakat, khususnya generasi muda, sangat krusial dalam menemukan solusi yang berkelanjutan,” ucap Hanif.
Kunjungan kerja ini turut melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Desa PDTT. Selain itu, kunjungan ini juga diikuti Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Universitas Mulawarman, komunitas lokal seperti Pokdarwis Desa Pela, serta organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam upaya konservasi Pesut Mahakam.
Kehadiran para pemangku kepentingan ini menegaskan dukungan luas terhadap misi KLH/BPLH dalam menjaga ekosistem air tawar Indonesia.
KLH/BPLH akan terus memperkuat kebijakan berbasis bukti di tingkat lokal, mendorong keterlibatan lintas sektor, dan memastikan bahwa konservasi spesies terancam punah seperti Pesut Mahakam menjadi agenda utama dalam strategi pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Menteri LH Tinjau TPA Sambutan di Samarinda
Dalam agenda yang sama, Menteri Hanif melanjutkan peninjauan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sambutan, Kota Samarinda, sebagai bagian dari komitmen KLH/BPLH terhadap reformasi pengelolaan sampah. Ia menyoroti perlunya percepatan transisi dari sistem open dumping menuju sanitary landfill, serta pembangunan infrastruktur pengolahan air lindi yang lebih modern dan ramah lingkungan.
“Praktik open dumping dalam pengelolaan sampah harus segera dihentikan. Kebijakan ini merupakan bagian integral dari upaya nasional untuk mereformasi sistem pengelolaan sampah menjadi lebih ramah lingkungan,” ujar Hanif.
KLH/BPLH juga mengapresiasi langkah-langkah progresif Pemerintah Kota Samarinda dalam mentransformasi sistem pengelolaan sampah kota. Dukungan juga diberikan untuk rencana pembangunan sel landfill baru dan sistem pengolahan air lindi yang ditargetkan selesai sebelum akhir tahun 2025.