Akademisi ITB Usulkan Platform Terintegrasi untuk Kelola Polusi Plastik

Ajeng Dwita Ayuningtyas
21 Agustus 2025, 16:33
ITB, pengelolaan sampah plastik, polusi plastik
ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/bar
Pengurus Bank Sampah Meranti memilah sampah botol plastik di Buaran Indah, Kota Tangerang, Banten, Selasa (5/8/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Dosen Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB), Hafis Pratama Rendra Graha, mengusulkan platform neraca massa plastik nasional yang kredibel dan terintegrasi untuk mengatasi masalah polusi plastik. Platform ini akan berisi data-data yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, termasuk pemerintah dalam menyusun kebijakan dalam penanganan polusi plastik.

Hal itu disampaikan Hafis dalam rapat konsolidasi multipihak National Plastic Action Partnership (NPAP) di Jakarta, Kamis (21/8).

Integrasi data ini dapat mengurangi perselisihan (dispute) terkait data produk plastik maupun sampah plastik. Data juga dapat digunakan oleh industri untuk menentukan langkah bisnis. 

Selain itu, Hafis mengusulkan adanya Komite Saintifik untuk plastik. Komite ini diperlukan mengingat banyaknya informasi saintifik yang tersebar, namun masih membutuhkan validasi para ahli. 

“Jika ada lembaga yang memiliki otoritas untuk memberikan pandangan kepada pemerintah terkait data-data saintifik, argumen Pemerintah Indonesia akan lebih berbobot,” tutur Hafis, dalam Rapat Konsolidasi Multipihak: Perumusan Langkah Strategis Pasca INC 5.2 di Jakarta, Kamis (21/8).

Kualitas argumen Pemerintah Indonesia dinilai penting dipertaruhkan di perundingan internasional. Argumen tersebut akan berbasis penelitian-penelitian oleh pakar dari multidisiplin.

Pengembangan Kerangka Pengelolaan Lingkungan

Hafis juga menyoroti laporan terbaru OECD bertajuk Regional Plastic Outlook for Southeast and East Asia, yang memuat salah satu kerangka kerja (framework) terkait pengelolaan lingkungan. Menurutnya, kerangka kerja ini dapat diadopsi oleh Indonesia.

“Kajiannya cukup lengkap dan komprehensif, mulai dari kajian impact (dampak) terhadap lingkungan, termasuk impact ekonomi dengan berbagai macam skenario,” kata Hafis.

Dengan kerangka kerja tersebut, tingkat keberlanjutan produksi dan konsumsi plastik Indonesia dapat terlihat. Jika melihat data laporan OECD tersebut, rata-rata penduduk Indonesia menggunakan 29 kg plastik pada 2022. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata penggunaan di negara The ASEAN plus Three (APT) lainnya.

Berdasarkan perhitungan tim OECD, Indonesia mengonsumsi 2,2 juta ton plastik untuk menghasilkan US$ 1 juta nilai tambah Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Angka ini juga lebih kecil dibandingkan negara APT lainnya.

Semakin kecil angkanya, menurut Hafis, semakin baik karena artinya hanya membutuhkan sedikit plastik untuk mendorong pendapatan negara. " Dengan hasil tersebut, apakah level produksi tersebut sudah dikatakan sustainable?” tanya Hafiz.

Menurutnya, perlu kajian lebih lanjut untuk menjawabnya. Rapat konsolidasi ini tidak hanya dihadiri akademisi, melainkan dihadiri juga oleh sejumlah kementerian/lembaga, lembaga keuangan, peneliti dan ahli, sektor swasta, serta masyarakat sipil yang tergabung dalam NPAP.

NPAP merupakan tindak lanjut adanya Global Plastic Action Partnership, yang akan merumuskan tata kelola pengelolaan sampah di Indonesia. Kolaborasi berbagai pihak ini diharapkan akan menghasilkan rumusan tata kelola sampah plastik dengan tepat. 

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan, NPAP akan meramu kembali usulan-usulan berbagai pihak yang telah disampaikan, untuk menghasilkan rumusan tata kelola sampah plastik.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...