Peneliti Sebut Butuh Kontrol Global untuk Kurangi Plastik
Peneliti Senior Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, menilai perlu kontrol global untuk mengendalikan dan mengurangi sampah plastik. Akan tetapi, momentum untuk mengendalikan polusi plastik itu baru saja “gagal” dalam Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 di Jenewa, Swiss.
“Pasal tentang kesehatan, pasal tentang produk dan bahan kimia, sangat lemah dan dilemahkan. Meskipun banyak negara mendukung, tapi akhirnya dihapus semua,” jelas Yuyun, dalam Webinar Plastik Meracuni Bumi dan Manusia, Kamis (21/8).
Padahal, menurut Yuyun, ragam produk plastik di sekitar manusia dapat melepas bahan kimia yang berbahaya untuk kesehatan.
“Dampak dari kimia-kimia dalam plastik ini berpengaruh pada kesehatan reproduksi kita dan peningkatan terhadap risiko kanker,” ujarnya.
Saat ini, ada lebih dari 16 ribu bahan kimia baru untuk memproduksi plastik. Dari jumlah tersebut, baru 1% yang diamati tingkat bahayanya. Secara global juga baru 1% bahan kimia plastik yang diatur dalam regulasi.
Bahan Kimia Beracun dalam Plastik
Dalam paparannya, Yuyun menjelaskan ada 9 bahan kimia beracun dalam plastik. Yang paling sering mendapat perhatian adalah BPA atau bisphenol. Bahan kimia ini juga dikenal dengan “The Everyone Chemical”, sebab ada di seluruh tubuh manusia.
Berikutnya, bahan kimia Phthalates, atau dikenal dengan “The Everywhere Chemical” sebab ada di mana-mana. Ini bahan yang digunakan untuk membuat plastik menjadi lunak atau lembut. Barang-barang dari plastik silikon, misalnya alat masak, alat makan, atau botol lipat dapat terkontaminasi bahan kimia beracun ini.
Kemudian, bahan kimia Per- and Polyfluoroalkyl (PFAS) substances, yang membuat plastik tahan air atau tahan api. Bahan kimia ini juga sering ditemukan di baju anak-anak atau hijab tahan air. Ketika dicuci, bahan kimia akan terlepas ke lingkungan.
Bahan-bahan kimia beracun tersebut, secara tidak disadari bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara, air, atau jalur pencernaan.
Studi bertajuk Environmental Science & Technology yang rilis pada 2024 lalu, menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan konsumsi mikroplastik tertinggi. Jumlahnya sekitar 15 gram mikroplastik per bulan.
Kementerian Kesehatan dalam situs resminya menjelaskan, endapan mikroplastik dalam tubuh dapat menimbulkan iritasi. Jika dibiarkan terlalu lama, akan menimbulkan tumor atau bahkan kanker. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Yuyun sebelumnya.
Jalan Lain Kurangi Plastik
Selain mendesak adanya kontrol global, Yuyun melihat perlu adanya penghapusan paparan bahan kimia beracun di seluruh siklus hidup plastik dan memastikan kegiatan ekonomi sirkular bebas dari racun.
Peningkatan kapasitas sektor kesehatan juga dirasakan perlu. Di samping itu, transparansi dan ketertelusuran bahan kimia dalam produk harus diperketat. Hal ini untuk memberitahukan konsumen bahan kimia apa saja yang terkandung dalam produk plastik tersebut.
Transparansi ini juga diperlukan untuk sektor kesehatan, sehingga tenaga kesehatan dapat mengetahui apa saja kandungan bahan kimia yang ada dalam produk sebelum memberikan tindakan pengobatan.
