Keluarkan Versi Baru, KLH Sebut Sistem Pencatatan SRN PPI Lebih Transparan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengembangkan versi terbaru dari Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI), Beta Version 1, dengan kepentingan utama mendukung nilai ekonomi karbon. Versi terbaru ini diharapkan memudahkan para pelaku usaha dan pelaku investasi dalam rangka jual-beli karbon.
“Kita buatkan lebih baik, misalnya bilingual. Orang bisa mengakses semua datanya selain dalam bahasa Indonesia juga dalam bahasa Inggris,” jelas Deputi Bidang Pengendalian Lingkungan dan Nilai Karbon KLH, Ary Sudijanto, di Jakarta, pada Senin (25/8).
SRN PPI dapat memperlihatkan tingkat capaian energi, membantu evaluasi apa yang harus ditingkatkan, dan menyisir mana saja yang bisa masuk ke perdagangan karbon.
Nilai ekonomi karbon, ditujukan untuk membantu dan memberi insentif pada proyek-proyek iklim. Hal ini dalam rangka kontribusi penekanan suhu global di bawah 1,5 derajat celsius.
Mendukung Implementasi NDC Indonesia
Ary menambahkan, Indonesia membutuhkan Rp 4.000 triliun untuk melaksanakan program Nationally Determined Contribution (NDC). Dana ini dibutuhkan untuk mencapai target pengurangan emisi 32,89% dari business as usual hingga 2030. Akan tetapi, hanya sekitar 18-20% pendanaan itu yang bisa ditopang oleh negara.
“Kita perlu membuat upaya untuk memobilisasi pendanaan, mulai dari business based payment, perdagangan karbon baik itu perdagangan emisi maupun perdagangan offset,” kata Ary.
Sejauh ini menurut Ary, perdagangan pasar karbon offset wajib baru menghasilkan Rp 78 miliar. Angka ini masih sangat jauh dari target Rp 4.000 triliun.
Akan tetapi, nilai tersebut belum termasuk hasil dari pasar karbon sukarela. “Kita mencoba alignment dengan pasar sukarela, yang memang kapitalisasi pasarnya sudah sangat besar,” tutur Ary.
Saat ini, Indonesia sudah menjalin kesepakatan berupa mutual economic agreement dengan Gold Standard, kemudian akan memulai jalinan kerja sama dengan Plan Vivo di akhir Agustus atau awal September mendatang. Kedua kerja sama ini akan membuat karbon yang diperdagangkan di Bursa Karbon Indonesia memiliki standar internasional.
