Kemenhut Akan Prioritaskan Permohonan Hutan Adat di Pulau Sipora
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan lokasi Perizinan Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) tumpang tindih dengan permohonan hutan adat dari dua komunitas, yaitu Uma Sakerebau Mailepet dan Uma Sibagau di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat.
Total overlay (tumpang tindih) antara usul PBPH PT SPS dengan permohonan hutan adat mencapai 6.937 hektare (ha). Dari jumlah tersebut, seluas 5.920 ha merupakan permohonan hutan adat Uma Sibagau dan 1.017 ha permohonan hutan adat Uma Sakerebau Mailepet.
“Kita bisa melihat mana yang menjadi prioritas, kalau dalam hal ini bisa dibilang prioritasnya terkait hutan adat, ya,” tutur Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenhut, Krisdianto, di Jakarta, Senin (25/8).
Permohonan dua hutan adat tersebut telah dilakukan sejak 2017, enam tahun lebih dulu dibandingkan dengan perolehan izin komitmen PT SPS pada tahun 2023.
Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kemenhut, Julmansyah, menjelaskan pihaknya telah berdiskusi dengan PT SPS, masyarakat hutan adat, dan operasi perangkat daerah di Kabupaten Mentawai.
Saat ini tengah disiapkan SKT Terpadu untuk verifikasi usulan hutan adat. “Dari usulan 6.937 ha, berapa yang nanti disepakati, karena ada potensi bertambah dan berkurang,” jelas Julmansyah.
Kemenhut menegaskan, adanya tumpang tindih ini menjadi pertimbangan sebelum memberikan izin pengelolaan. Julmansyah menambahkan, jika sudah ada hasil verifikasi hutan adat dengan luasan tertentu, maka penentuan luas PBPH akan menyesuaikannya.
PT SPS Kuasai Lahan Hutan di Pulau Sipora
Sebelumnya, ramai di media sosial mengenai PT SPS yang menguasai 20,71 ribu hektare lahan di Pulau Sipora. Masyarakat setempat khawatir izin yang diberikan kepada PT SPS akan merusak hutan dan ekosistem di pulau kecil tersebut.
Kemenhut menyebut PT SPS belum memiliki Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan atau PBPH di Pulau Sipora, Sumatera Barat. PT SPS baru memiliki persetujuan komitmen yang terbit pada 28 Maret 2023 lalu.
Persetujuan komitmen tersebut mencakup lahan seluas 20,71 ribu hektare atau 33,66% dari total luas Pulau Sipora. Izin yang diajukan PT SPS adalah untuk pemanfaatan kayu hutan alam, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan.
PT SPS harus memenuhi kewajiban berupa penyusunan koordinat geografis batas area kerja, penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan pelunasan iuran PBPH. Saat ini, perusahaan tersebut masih menyelesaikan AMDAL.
“Untuk (penerbitan) izinnya masih kami tunda, karena AMDAL-nya belum ada,” kata Kepala Biro Humas Kemenhut, Krisdianto, di Jakarta, pada Senin (25/8).
Kris menambahkan, dalam proses AMDAL yang akan dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup tersebut, akan ada sesi public hearing, di mana masyarakat dapat memberi masukan kepada pemerintah.
