Riset Katadata Insight Center Ungkap 3 Sektor Teratas Capai Index ESG 2025
Hasil riset Katadata Insight Center (KIC) menempatkan sektor perkebunan, energi, dan pertambangan pada posisi tiga teratas berdasarkan skor ESG Index 2025.
Tahun ini, sektor perkebunan mencapai skor 64,60; sektor energi mencapai 63,18; dan sektor pertambangan mencapai skor 58,21 dari total skor 100. Angka tersebut telah menunjukkan peningkatan, setidaknya dalam dua tahun berturut-turut.
Chief Content Officer Katadata Indonesia, Heri Susanto, menjelaskan bahwa ketertarikan global untuk investasi pada tiga sektor ini mendorong implementasi environment, social, governance (ESG) yang lebih ketat.
“Pembeli dari luar negeri juga banyak memperhatikan bagaimana sektor-sektor ekstraktif ini memenuhi ESG,” kata Heri, dalam diskusil di Green Summit 2025 di Jakarta, Kamis (28/8).
Sementara itu, sektor lainnya seperti perbankan, makanan dan minuman, transportasi dan logistik, bahan kimia, serta perhotelan, masih berada di performa yang rendah. Tetapi, hasil riset tetap memperlihatkan adanya tren menuju ekonomi rendah karbon.
Riset KIC dilakukan terhadap 300 perusahaan publik dan non-publik (BUMN), dengan 80 hingga 100 indikator ESG.
Aspek environment mencakup penilaian atas beberapa hal, seperti konsumsi energi, emisi gas rumah kaca, pengelolaan limbah, dan biaya lingkungan. Kemudian, aspek social meliputi isu ketenagakerjaan, tanggung jawab atas produk berkelanjutan, dan kesetaraan gender.
Isu keseteraan gender juga muncul dalam aspek governance, bersama dengan kebijakan direksi untuk keberlanjutan, keberagaman direksi, dan sertifikasi.
Ada pula aspek green economy, yang meliputi pembiayaan Kegiatan Usaha Berkelanjutan, pembiayaan hijau, dan pembiayaan UMKM.
Hasil riset menunjukkan, kesenjangan paling besar berada di aspek sosial, di mana sektor transportasi hanya mencapai skor 31,66 serta sektor makanan dan minuman 39,02.
Begitu pula dengan indikator kesetaraan gender, yang terbukti masih cukup rendah implementasinya. Rata-rata keterlibatan perempuan di level direksi sektor perkebunan misalnya, skornya baru 22.
Eco Framework Bukan Sebatas “Kepatuhan”
Heri mengatakan sejumlah sektor industri telah memperlihatkan hasil konkret dari efisiensi energi, pengurangan emisi, dan adopsi energi terbarukan. Hal itu khususnya di aspek environment atau lingkungan,
Menurut dia, adopsi eco framework di lingkup industri memang sudah berjalan. Akan tetapi, masih banyak perusahaan yang hanya melaporkan data untuk kepatuhan terhadap regulasi.
Regulasi yang dimaksud adalah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan/Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 tahun 2017.
“Eco framework ini bukan hanya kepatuhan terhadap regulasi, tetapi perlu didorong untuk menjadi strategi bisnis hijau,” kata Heri.
Untuk hal ini, Heri menambahkan perlunya peran lembaga seperti IDSurvey untuk membantu perusahaan mengimplementasikan eco framework.
Kepala SBU Sertifikasi dan Eco Framework PT Sucofindo (bagian dari IDSurvey), Dian Indrawaty, menyebut dua scope besar perusahaannya terkait hal ini, yaitu asesmen dan konsultasi.
“Kita punya beberapa jasa asesmen untuk efisiensi energi, misalnya kita punya audit energi, based on peraturan Kementerian ESDM,” tutur Dian.
Untuk aspek konsultasi, pihaknya juga melakukan pendampingan untuk PROPER, program penilaian dan evaluasi kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup.
