Bank Dunia Desak Negara-negara Bertindak Hadapi Ancaman Ekonomi Akibat Polusi
Degradasi lahan, polusi udara, dan kelangkaan air menimbulkan ancaman langsung terhadap ekonomi global. Direktur Pelaksana Senior Bank Dunia, Axel van Trotsenburg, menyebut dampak kerusakan akibat polusi sangat parah bagi negara berpendapatan rendah.
Menurutnya, negara berpendapatan rendah merupakan lokasi paling terancam kemiskinan, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Dalam laporan terbaru Bank Dunia yang dirilis Senin (1/9), sekitar 80% penduduk di negara berpendapatan rendah terpapar ketiga ancaman tersebut. Bank Dunia menyatakan komitmen untuk merespons, bahkan ketika banyak negara memangkas anggaran bantuan.
“Komitmen kami adalah mengakhiri kemiskinan di planet yang layak huni, titik. Kami tidak akan goyah dalam hal ini,” kata van Trotsenburg, dikutip dari Reuters pada Selasa (2/9).
Burundi termasuk di antara negara-negara yang paling terdampak. Sebanyak delapan juta penduduk menghadapi risiko air dan polusi udara, sementara tujuh juta penduduk lainnya menghadapi ancaman degradasi lahan. Di Malawi, 12 juta penduduk menghadapi ketiga risiko tersebut.
Secara lebih luas, 90% populasi dunia menghadapi setidaknya satu ancaman. Hasil laporan tersebut mendesak negara-negara untuk mengalihkan subsidi yang saat ini digunakan untuk kegiatan merugikan.
Gunakan Data untuk Desak Negara-negara Bertindak
Laporan tersebut diterbitkan di tengah situasi politik yang memanas menjelang perundingan iklim COP30 di Brasil, November nanti.
Bank Dunia dan lembaga pemberi pinjaman multilateral lainnya juga sedang menunggu hasil tinjauan Amerika Serikat, mengenai operasi yang diperintahkan Presiden Donald Trump pada Februari lalu.
Operasi yang dimaksud adalah penarikan keterlibatan Amerika Serikat dalam pendanaan bagi organisasi-organisasi tertentu di PBB dan meninjau ulang pendanaan di organisasi internasional.
"Bank Dunia akan memberikan bukti yang didukung data untuk menginformasikan diskusi tentang degradasi lingkungan di antara pemerintah anggotanya," kata van Trotsenburg.
Laporan Bank Dunia tersebut memperkirakan, hutan membantu pembentukan setengah dari total awan hujan di dunia. Penggundulan hutan dapat mengurangi curah hujan dan menimbulkan kerugian US$ 14 miliar per tahun atau setara Rp 229,8 triliun (kurs Rp 16.420/US$), hanya untuk wilayah sembilan negara di Amazon.
Hal ini juga menunjukkan, lanskap kurang mampu menyimpan dan melepas kelembapan secara perlahan seiring waktu. Ini dapat memperparah dampak kekeringan dan menimbulkan kerugian US$ 379 miliar (Rp 6.221 triliun) atau 8% dari output ekonomi pertanian global.
Meskipun ancaman ekologi sering dianggap jauh, laporan tersebut fokus pada dampak ekonomi yang terjadi saat ini.
“Kita sering mendengar mantra yang menyatakan bahwa negara-negara perlu bertumbuh terlebih dahulu, baru mencemari dan membersihkan. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa mantra tersebut keliru,” kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Ekonomi Berkelanjutan sekaligus penulis laporan, Richard Damania.
