Tingkatkan Populasi Badak Jawa, Kemenhut Manfaatkan Biobank
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan memanfaatkan bantuan teknologi biobank (bank hayati) untuk meningkatkan populasi satwa yang terancam punah, termasuk badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Saat ini, populasi badak Jawa yang tersisa berada di kisaran 87 hingga 100 individu di habitat alaminya.
Hal ini diungkapkan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam peringatan Hari Badak Sedunia 2025 di Jakarta, Senin (22/9). Menurutnya, kondisi badak Jawa hampir serupa dengan badak Sumatra (Dicerorrhinus sumatrensis).
"Kami sudah bekerja sama dengan IPB untuk membuat biobank. Termasuk mengintroduksi ART atau Assisted Reproductive Technology, secara sederhananya, ini teknologi bayi tabung untuk badak," ujar Raja Juli, seperti dikutip Antara.
Pemanfaatan bank hayati untuk meningkatkan populasi badak itu diperlukan mengingat populasi badak di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari perburuan ilegal hingga kehilangan habitat karena alih fungsi lahan.
Khusus badak Jawa, kajian Kemenhut menunjukkan keterbatasan daya dukung habitat, rendahnya keragaman genetik, serta tingkat inbreeding atau perkawinan sedarah mencapai 58,5%. Population Viability Analysis (PVA) bahkan memprediksi spesies ini bisa pundah dalam waktu kurang dari 50 tahun jika tidak ada intervensi nyata.
Translokasi Badak Jawa
Untuk mendukung pengembangan badak Jawa, Kemenhut tengah menyiapkan translokasi sepasang badak Jawa dari Taman Nasional Ujung Kulon ke Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) yang masih berada di kawasan konservasi tersebut.
Translokasi yang dilakukan bersama TNI dan Yayasan Badak Indonesia (YABI) pada awal September ini diberi nama Operasi Merah Putih.
"Kalau tidak dimungkinkan ada perkawinan di habitatnya, kalau ada ancaman untuk inbreeding karena memang sudah terbatas, kita bisa silangkan perkawinan sehingga anaknya akan lebih baik dan jauh dari penyakit," kata Raja Juli Antoni.
