Kenaikan Asam Laut Berdampak Nyata, Nelayan Desak Pemerintah Cari Solusi
Kajian Universitas Bangka Belitung menunjukkan kenaikan kadar karbon dioksida terlarut di perairan sekitar Pulau Bangka, berdampak pada penurunan tingkat keasaman (pH) perairan tersebut. Tingkat keasaman air laut di kawasan itu turun dari rata-rata pH 8,1 menjadi 7,9 dalam beberapa dekade belakangan.
Dampaknya, proses kalsifikasi karang keras melambat signifikan. Sementara itu, karang lunak invasif lebih toleran terhadap kondisi asam.
Akan tetapi, pergantian karang keras oleh karang lunak invasif berpotensi merusak keseimbangan ekosistem laut. Sebab, karang lunak tidak membentuk kerangka kalsium karbonat yang kokoh sehingga membuat struktur tiga dimensi terumbu karang hilang dan menurunkan keanekaragaman hayati.
Keberadaan karang lunak dapat menutup ruang bagi spesies lain, mengubah rantai makanan, dan berakibat pada penurunan populasi ikan karang. Padahal, ikan karang ini bermanfaat bagi nelayan.
“Nelayan kecil menjadi orang pertama yang merasakan dampak peningkatan kadar asam laut, karena jumlah ikan yang berkurang akan berpengaruh pada hasil tangkapan,” kata Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Dani Setiawan, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10).
Lebih lanjut, ketersediaan ikan di pasaran menurun dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya. Oleh sebab itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengatasi peningkatan keasaman laut.
“Pemerintah harus membuat kebijakan untuk mengatasi peningkatan keasaman air laut agar tidak berjalan dengan cepat,” ujar Dani.
Hal ini sekaligus untuk menjaga ekosistem laut dan kekayaannya, serta menjaga kehidupan nelayan dan orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada laut.
Kenaikan Asam Laut 40% Bebani Bumi, Mengancam Ketahanan Pangan
Laporan ‘Planetary Health Check 2025’ memperlihatkan kenaikan keasaman laut hingga 30-40% sejak era industri. Selain menurunkan fungsi laut sebagai penyeimbang bumi, kondisi ini mengancam ketahanan pangan.
“Dampaknya meluas dari perikanan pesisir hingga laut lepas, mengancam ketahanan pangan, stabilitas iklim global, dan kesejahteraan manusia,” kata Co-lead Planetary Boundaries Sciences Lab sekaligus salah satu penulis laporan, Levke Caesar, dikutip Jumat (10/10).
Peningkatan keasaman laut ini terutama didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil. Kondisi ini diperburuk deforestasi dan perubahan penggunaan lahan.
Sistem laut yang berada di bawah tekanan juga diperburuk oleh kenaikan suhu bumi. Ini mempercepat hilangnya oksigen di laut yang telah berkurang 1-3% sejak 1970. Penurunan ini diperkirakan akan mencapai angka empat kali lipat, bahkan jika emisi gas rumah kaca dihentikan sekarang.
Saat karbon masuk ke laut, terbentuk asam karbonat yang menurunkan tingkat keasaman (pH) dan mengurangi ketersediaan karbonat. Hal ini membuat organisme pembentuk cangkang atau kerangka kalsium karbonat (karang, moluska, plankton, dll) semakin sulit hidup.
Para peneliti menekankan perlunya metode ilmiah ketat dan transparan, untuk memandu kebijakan lingkungan, perencanaan kota, serta strategi bisnis agar selaras dengan upaya menjaga kondisi laut.
