Ilmuwan Temukan Terumbu Karang Dunia Berada di Titik Kritis

Image title
13 Oktober 2025, 11:35
terumbu karang, pemutihan terumbu karang, perubahan iklim
Vecteezy.com/Siraphol Siricharattakul
Laporan bertajuk Global Tipping Points, yang dipimpin Universitas Exeter, menyebutkan kerusakan terumbu karang telah melewati batas pemulihan alami.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Bumi dinilai telah mencapai titik kritis pertama akibat emisi gas rumah kaca. Laporan ilmiah terbaru mengungkapkan terumbu karang perairan hangat di seluruh dunia kini berada dalam fase penurunan permanen, menandai awal dari krisis ekosistem global yang dapat mengancam mata pencaharian ratusan juta orang.

Laporan bertajuk Global Tipping Points, yang dipimpin Universitas Exeter, menyebutkan kerusakan terumbu karang telah melewati batas pemulihan alami. Lebih dari 80% terumbu karang di 80 negara terdampak pemanasan laut ekstrem sejak awal 2023, menjadikannya peristiwa bleaching (pemutihan) global terburuk sepanjang sejarah.

“Ini bukan lagi risiko masa depan. Titik kritis pertama bumi sudah terjadi. Keruntuhan luas terumbu karang perairan hangat sedang berlangsung dan telah berdampak langsung pada ratusan juta orang yang menggantungkan hidup pada ekosistem laut,” ujar Prof Tim Lenton, Direktur Global Systems Institute, Universitas Exeter dikutip dari The Guardian, Senin (13/10).

Menurut laporan tersebut, terumbu karang mencapai titik kritis ketika suhu global naik antara 1°C hingga 1,5°C dibandingkan masa praindustri, dengan titik tengah pada 1,2°C. Saat ini, pemanasan global telah mencapai sekitar 1,4°C. Jika tren ini berlanjut, ambang batas 1,5°C diperkirakan akan terlampaui pada 2030.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika suhu tidak kembali ke kisaran 1,2°C, terumbu karang perairan hangat akan hilang dalam skala besar. Laporan itu menyoroti kawasan Karibia sebagai contoh nyata dari krisis ini, di mana gelombang panas laut, penyakit, dan berkurangnya keanekaragaman telah membuat banyak terumbu menuju kehancuran.

Meski demikian, masih ada secercah harapan. Prof. Peter Mumby, ahli terumbu karang dari Universitas Queensland, mengatakan beberapa spesies karang menunjukkan kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi dari perkiraan. 

“Beberapa terumbu mungkin masih dapat bertahan bahkan pada suhu 2°C, asalkan ada aksi iklim agresif dan pengelolaan lokal yang baik,” ujarnya.

Ia memperingatkan agar masyarakat tidak kehilangan harapan. “Jika kita menganggap terumbu karang sudah tak bisa diselamatkan, maka dunia akan berhenti mencoba. Dan itu jauh lebih berbahaya.”

Bumi Masuki “Zona Bahaya”

Selain terumbu karang, laporan tersebut juga memperingatkan risiko titik kritis lain, seperti kemunduran hutan Amazon, keruntuhan arus laut utama, dan pencairan lapisan es di Antartika serta Greenland. Kedua lapisan es tersebut kini kehilangan massa pada kecepatan yang mengkhawatirkan, yang dapat memicu kenaikan permukaan laut secara signifikan.

“Kita kemungkinan besar akan melewati ambang 1,5°C sekitar tahun 2030 jika tidak ada perubahan besar. Hal ini menempatkan dunia dalam zona bahaya baru, dengan risiko berantai terhadap sistem-sistem kehidupan utama di Bumi,” katanya.

Meski situasi tampak suram, para ilmuwan menyebut masih ada peluang melalui positive tipping points atau titik balik positif dalam masyarakat dan teknologi, seperti percepatan adopsi kendaraan listrik dan energi terbarukan.

Dr. Mike Barrett, Penasihat Ilmiah WWF-UK yang turut menulis laporan ini, menegaskan pentingnya melindungi kawasan refugia, yaitu wilayah yang masih relatif terlindungi dari dampak iklim ekstrem. “Wilayah-wilayah ini akan menjadi benih pemulihan ketika kita berhasil menstabilkan iklim di masa depan,” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...