Pemimpin Dunia Soroti Melemahnya Konsensus Iklim di Leaders Summit COP30

Hari Widowati
7 November 2025, 14:57
iklim, COP30, perubahan iklim
COP30 Brasil Amazonia/Rafa Pereira
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva berbicara dalam Sidang Umum di Leaders Summit yang merupakan rangkaian dari KTT Iklim COP30 di Kota Belem, Brasil, pada Kamis (6/11).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Para pemimpin dunia yang menghadiri Leaders Summit di Kota Belem, Brasil pada 6-7 November 2025 menyoroti melemahnya konsensus iklim akibat kebijakan di beberapa negara. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga menuai kecaman karena pernyataannya yang menyebut perubahan iklim sebagai "kebohongan besar" di Sidang Umum PBB, September lalu. Presiden Trump tidak hadir dalam pertemuan para pemimpin negara di Kota Belem itu.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyadari melemahnya dukungan politik terhadap perubahan iklim. "Isu perubahan iklim adalah isu yang menyatukan dunia internasional dan Inggris Raya, tetapi sayangnya saat ini konsensus itu telah menghilang," kata Starmer di Leaders Summit, seperti dikutip BBC, pada Jumat (7/11).

Dalam dua pekan ke depan, negara-negara akan berusaha bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan baru mengenai perubahan iklim. Fokus mereka terutama diarahkan pada upaya untuk mengalirkan lebih banyak pendanaan untuk perlindungan hutan.

Beberapa pemimpin negara dari negara-negara terbesar di dunia, sebut saja India, Rusia, AS, dan Cina, tidak hadir dalam COP30. Meskipun Trump tidak hadir dalam pertemuan di Belem, pandangannya terhadap perubahan iklim diamini oleh beberapa pemimpin yang hadir di kota yang menjadi gerbang ke Hutan Amazon itu.

“Konsep globalisme secara keseluruhan, yang meminta negara-negara industri maju yang sukses untuk menimpakan penderitaan pada diri mereka sendiri dan secara radikal mengganggu seluruh masyarakat mereka, harus ditolak sepenuhnya dan secara total,” kata Trump dalam pidatonya di Sidang Umum PBB.

Tanpa menyebut nama pemimpin AS itu, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, memperingatkan adanya kekuatan ekstremis yang membangun berita-berita bohong dan mengutuk generasi mendatang hidup di planet yang berubah selamanya karena pemanasan global.

Para pemimpin dari Chile dan Kolombia menyebut Presiden Trump sebagai pembohong dan meminta negara-negara lain untuk mengabaikan upaya AS menjauh dari aksi iklim.

"Ilmu pengetahuan sangat jelas. Sangat penting untuk tidak memalsukan kebenaran," ujar Menteri Lingkungan Hidup Chile, Maisa Rojas, kepada BBC.

Pemimpin Dunia Sulit Capai Kesepakatan Soal Pemanasan Global

Meskipun kritik terhadap Trump disambut baik oleh audiens, mencapai kesepakatan tentang langkah-langkah baru untuk mengatasi pemanasan global ternyata jauh lebih sulit.

Hanya beberapa puluh pemimpin yang hadir di Belém, dan mayoritas negara gagal mengajukan rencana baru untuk mengurangi emisi karbon, yang merupakan penyebab utama kenaikan suhu Bumi.

Meskipun Starmer mengakui dukungan politik global untuk gerakan iklim sedang menurun, ia mengatakan Inggris berkomitmen penuh.

Akan tetapi, Inggris memilih untuk tidak ikut serta dalam pendanaan sebesar US$ 125 miliar (Rp 2.088 triliun) dalam Tropical Forest Forever Facility (TFFF) yang ditujukan untuk mendukung hutan hujan dunia. Ini menjadi pukulan bagi Brasil selaku pemrakarsa TFFF yang juga tuan rumah COP30.

Presiden Lula berharap bisa mengumpulkan US$ 25 miliar (Rp 417,7 triliun) untuk TFFF dari sumber publik – terutama dari negara-negara maju seperti Inggris. Pendanaan itu akan digunakan untuk mendukung pemerintah dan komunitas yang melindungi hutan hujan dunia, seperti Amazon, Indonesia, dan Kongo.

Pelindungan ekosistem ini sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim. Meskipun hutan tropis hanya mencakup 6% dari daratan dunia, namun menyimpan miliaran ton karbon dan menjadi rumah bagi setengah spesies di planet ini.

Leaders Summit at COP30
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Pangeran William menghadiri Leaders Summit di COP30, Belem, Brasil. (COP30 Brasil Amazonia/Rafa Neddermeyer)

Mantan Menteri Lingkungan Hidup Inggris, Lord Zach Goldsmith, menyebut langkah Inggris yang mundur dari TFFF menimbulkan frustasi di tengah KTT Iklim tersebut. Dalam wawancara dengan BBC, ia menyebut pemerintah Brasil sangat marah karena keputusan pemerintah Inggris.

Pernyataan PM Starmer itu juga bertentangan dengan pandangan Pangeran William dari Wales, Inggris. Di hadapan para pemimpin dunia, Pangeran William menyebut TFFF sebagai langkah yang visioner terhadap peran alam dalam stabilitas iklim global.

Pangeran William juga memasukkan TFFF dalam daftar penerima Earthshot Prize senilai 1 juta poundsterling, yang diselenggarakan yayasannya setiap tahun.

Pangeran William berusaha mendorong para pemimpin untuk mengatasi perbedaan mereka dan mengambil tindakan nyata.

“Saya telah lama percaya pada kekuatan optimisme yang mendesak: keyakinan bahwa, meskipun dihadapkan pada tantangan yang menakutkan, kita memiliki kecerdikan dan tekad untuk membuat perbedaan, dan melakukannya sekarang,” kata Pangeran William.

Ia mendesak negara-negara yang hadir untuk bertindak demi anak-anak dan cucu-cucu mereka.

“Mari kita hadapi momen ini dengan kejernihan yang diminta oleh sejarah. Mari kita menjadi generasi yang mengubah arah - bukan untuk pujian, tetapi untuk rasa syukur yang tenang dari mereka yang belum lahir,” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...