Penetapan Nilai Ekonomi Karbon Selesai Juni 2026, Potensi Investasi Rp 1 Triliun
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan perdagangan karbon nasional akan dimulai secepatnya Juni 2026. Sebab, Zulhas menargetkan aturan terkait penghitungan dan pengaturan Sertifikat Registrasi Unit Karbon atau SRUK rampung pada Maret 2026.
Zulhas mengakui saat ini telah ada perusahaan nasional yang memperdagangkan karbon secara sukarela. Dia menargetkan pemerintah memiliki data terkait perdagangan karbon tersebut pada akhir bulan ini.
"Setelah pelaporan data perdagangan karbon eksisting rampung dan pendataan SRUK selesai, Juni-Juli 2026 sudah bisa ada nilai ekonomi karbon yang memberikan manfaat di dalam negeri," kata Zulhas di kantornya, Senin (8/12).
Zulhas menilai pengaturan perdagangan karbon penting agar ada nilai ekonomi yang dinikmati pemerintah daerah. Sebab, pengaturan perdagangan karbon dinilai akan menarik investasi ke dalam negeri, khususnya ke bidang industri hijau.
Dia menjelaskan pengaturan SRUK akan merealisasikan minat investasi asing terhadap perdagangan karbon di dalam negeri telah menembus Rp 1 triliun. "Potensi nilai perdagangan karbon di dalam negeri besar, kalau tidak besar pemerintah tidak langsung turun tangan seperti ini," katanya.
Seperti diketahui, ada dua jenis pasar karbon secara umum, yakni Compliance Carbon Market dan Voluntary Carbon Market. Peraturan Presiden No. 110 Tahun 2025 memungkinkna kedua jenis pasar tersebut beroperasi di dalam negeri.
Sebab, Perpres No. 110 Tahun 2025 mengakui dua jenis dokumen sebagai syarat sebuah entitas masuk pasar karbon, yakni Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim untuk pasar Compliance dan SRUK untuk pasar Voluntary.
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu mengatakan jenis pasar karbon yang akan dimulai pada paruh kedua tahun depan adalah pasar Voluntary. Menurutnya, hal itu sejalan dengan rencana Kementerian Perindustrian akan memulai sistem perdagangan emisi atau ETS dalam waktu dekat.
"Kalau sudah ada pasar Voluntary, akan ada proyek-proyek yang mendapatkan kredit karbon. Dengan demikian, akan ada pergerakan investasi untuk proyek berbasis alam," kata Mari.
Mari menjelaskan salah satu proyek yang dapat menarik investasi besar dari pasar karbon adalah pembangkit listrik hijau. Karena itu, menurutnya, transisi energi hijau menjadi pekerjaan rumah pemerintah paling besar dalam memanfaatkan pasar karbon.
Mari menjelaskna pengaturan SRUK akan memungkinkna interoperabilitas pasar karbon asing dengan pasar karbon nasional. Alhasil, perusahaan lokal dapat melakukan jual-beli karbon dengan perusahaan di luar negeri.
Mari menekankan pasar Voluntary tidak akan mempengaruhi target pengurangan emisi nasional yang ditentukan pemerintah atau NDC. Sebab, pasar yang melibatkan NDC sebagai faktor perhitungan adalah pasar Compliance.
"Pasar voluntary tidak harus ada corresponding adjustment dalam transaksi karbon. Dengan kata lain, pelaku pasar karbon lokal dapat melakukan penjualan ke entitas di luar negeri dan tidak mengurangi capaian NDC kita," katanya.
