Kementerian ESDM Perbaiki Kualitas Data Panas Bumi Demi Investasi EBT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM ingin meningkatkan kualitas data panas bumi. Hal itu untuk menarik investasi pada sektor energi baru terbarukan (EBT).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pemanfaatan energi panas bumi baru sebesar 2,1 gigawatt atau 8,9% dari potensi sebesar 23,9 GW. Hal itu lantaran resiko dan biaya yang tinggi dalam pengembangan proyek panas bumi.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari menjelaskan Menteri ESDM Arifin Tasrif telah memberikan arahan agar Badan Geologi meningkatkan kualitas data geosains melalui akuisisi data dan pengeboran eksplorasi. Adapun pengembangan data tersebut meliputi kegiatan survei geologi, survei geokimia, survey geofisika (gravity and magnetotellurik), survei landangan suhu, sampai pengeboran sumur eksplorasi.
Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. Ketentuan tersebut berbunyi, Menteri ESDM dapat melaksanakan survei pendahuluan dan eksplorasi untuk menetapkan wilayah kerja panas bumi (WKP).
Selain itu, Menteri ESDM dapat melaksanakan penambahan data pada wilayah panas bumi melalui kegiatan survei geosains, survei landaian suhu, pengeboran uji dan/atau pengeboran sumur eksplorasi. "Pengembangan panas bumi memiliki tingkat risiko yang berbeda di setiap tahapan. Ketersediaan data geosains sebelum pengeboran eksplorasi panas bumi menentukan tingkat keberhasilan pengeboran sumur panas bumi," kata Ida kepada Katadata.co.id, Selasa (7/4).
(Baca: Kementerian ESDM Masih Bahas Aturan Biaya Eksplorasi Panas Bumi)
Lebih lanjut, menurut Ida, ketersediaan data 3G dan magnetotellurik serta landaian suhu dapat menurunkan kegagalan pengeboran menjadi 50%. Adapun, survei landaian suhu dapat memberikan informasi gradien temperatur dan litologi bawah permukaan untuk mengidentifikasi sistem panas bumi.
"Keberhasilan pengembangan panas bumi akan meningkat secara signifikan setelah dilakukan pengeboran eksplorasi, yaitu drilling success ratio meningkat dari 40-50% menjadi 70-80%," kata Ida.
Dia menjelaskan pelaksanaan eksplorasi oleh pemerintah dilatarbelakangi dorongan dari industri panas bumi. Hal itu untuk meningkatkan bankability dan reliability data hasil survei pendahuluan sebelum menawarkan WKP kepada Badan Usaha.
Pasalnya, data survei geosains dan hasil eksplorasi panas bumi selama ini ditanggung Badan Usaha. Hal itu membuat investasi panas bumi kurang menarik.
Alhasil, kegiatan penawaran WKP oleh pemerintah kurang diminati Badan Usaha. "Tingginya biaya eksplorasi juga berimbas kepada meningkatnya harga keekonomian proyek panas bumi," ujarnya.
(Baca: Pelaku Usaha Harap Perpres Listrik EBT Segera Terbit)