Pengusaha Harap Insentif dari Pemerintah untuk Jual Listrik Panas Bumi
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi membantah sulitnya mendapatkan pembiayaan dari perbankan sebagai faktor penghambat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Ia menjelaskan, pembiayaan untuk pengembangan PLTP mudah didapatkan jika proyek tersebut memenuhi nilai keekonomian. Alhasil, pengembang harus meyakinkan bank mengenai kemampuannya mengembalikan pinjaman tersebut. Apalagi ada faktor pendukung lain yaitu pembangkit energi baru terbarukan (EBT) panas bumi dinilai menarik bagi para investor.
"Semahal apapun, kalau keekonomiannya masuk tidak ada masalah," ujarnya, saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/5).
Sebaliknya, menurut Prijandaru, kendala pengembangan proyek tersebut adalah harga jual listrik dari PLTP yang di atas acuan harga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sehingga, sering mengalami ketidakcocokan harga listrik yang dijual oleh pengembang.
(Baca: Lima Wilayah Kerja Panas Bumi Dipastikan Dilelang Juli 2019)
Oleh karena itu, ia memandang campur tangan dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk bisa mengembangkan PLTP ini. Misalnya dengan memberikan insentif, sehingga tarif listrik yang dijual pengembang ke PLN tidak terlalu mahal dan bisa diterima oleh PLN.
Adapun saat ini total kapasitas terpasang dari PLTP yaitu 1948,5 Megawatt (MW). Total kapasitas terpasang ini menjadikan Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai produsen panas bumi terbesar setelah Amerika Serikat.
Targetnya tahun ini akan ada tambahan kapasitas tambahan sebesar 180 MW, sehingga diharapkan nantinya bisa mencapai bauran energi sebanyak 23% pada tahun 2025.
"Kita punya panas bumi yang kalau dikembangkan dengan konsisiten hingga 2025 bisa menggantikan keberadaan energi fosil," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) F.X. Sutijastoto.