Delapan Pekerjaan Rumah Calon Presiden di Sektor Energi Terbarukan
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyatakan bahwa ada delapan poin penting yang menjadi komitmen untuk calon presiden dan wakil presiden dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Salah satunya adalah penerbitan Undang-Udang Energi Terbarukan (UU ET).
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan, regulasi merupakan hal penting untuk pengembangan energi terbarukan. "Kami berharap agar pemimpin yang terpilih mudah-mudahan visi misinya bibsa mendukung energi terbarukan," kata dia, di Jakarta, Jumat (8/2).
Adapun, Rancangan UU ET merupakan insiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan telah dicantumkan dalam program legislasi nasional. Saat ini RUU, masih dalam tahap diskusi publik, untuk meminta pendapat dari para pemegang kepentingan.
Poin kedua adalah penataan ulang regulasi energi terbarukan. Ketiga yakni komitmen pemimpin yang terpilih nanti harus sejalan dengan Perjanjian Paris (Paris Agreement), untuk menurunkan emisi karbon, dan mengejar bauran energi sebesar 23% di 2025.
Keempat, harus memegang amanat Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Kelima, harus merevisi peraturan-peraturan yang menghambat investasi EBT.
Ada sembilan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang harus diperbaiki. Pertama, Permen Nomor 1 Tahun 2017, mengenai operasi paralel pembangkit tenaga listrik dengan jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)(Persero).
Kedua, Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2017 mengenai pokok-pokok dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Ketiga, Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan listrik. Keempat, Permen ESDM Nomor 43 Nomor 2017, mengenai perubahan sumber energi terbarukan untuk penyediaan untuk penyediaan listrik.
Kelima, Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2017, tentang perubahan pokok-pokok dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Keenam, Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017, mengenai pembeliaan tenaga listrik energi terbarukan. Ketujuh, Permen ESDM Nomor 45 Tahun 2018, mengenai perubahan penydiaan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) Biodiesel dalam rangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) .
Kedelapan, Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018, mengenai penggunaan pembangkit listrik surya atap oleh pelanggan PLN. Kesembilan, Permen ESDM Nomor 53 tahun 2018, mengenai perubahan pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan listrik.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar. Namun, tidak berkembang pesat karena adanya aturan yang tidak menarik bagi investor. "Regulasi yang dibuat EBT memang dibuat untuk referensi, tetapi ini yang jadi kendala," kata dia.
Adapun, poin keenam bagi pemimpin adalah harus memperhatikan keekonomian ET, tanpa harus merugiakan PLN dan pengembang. Fabby menjelaskan, bahwa harga listrik dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) bersaing dengan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP) Jawa-Bali sebesar 6,8 sen per kilo watt hour (kwh).
Sedangkan, BPP dibentuk dari harga pembangkit dan operasi pembangkit. Ini membuat harga listrik tersebut tidak menarik bagi Produsen Listrik Swasta (Independent Power Producer), karena, untuk membangun pembangkit EBT dibutuhkan biaya yang tinggi.
Seharusnya pemerintah memiliki instrumen yang dapat menutup selisih antara harga pembangunan pembangkit dan BPP. Sehingga, PLN dan IPP sama-sama diuntungkan.
Ketujuh, pemimpin Indonesia berikutnya bisa berikan kesempatan luas bagi pelaku ET yang kebanyakan adalah Usaha Kecil Menengah (UKM), dan pengembang ET lokal bisa ikut berpartisipasi. Kedelapan, adanya perlakuan yang sama antara pengembang domsetik dan Internasional, baik kecil dan besar.
(Baca: Tak Penuhi Pendanaan Hingga Juni, 25 Proyek EBT Terancam Disetop)
Delapan poin ini telah disepakati oleh IESR, METI, Kadin, Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA), untuk ditandatangani oleh calon presiden sebagai bentuk komitmen. Adapun, Komite Energi Terbarukan Kamar Dangan Indonesia (Kadin) Fauzi Imron, mengatakan peningkatan pengembangan ET bisa tercapai dengan keseriusan dari pemerintah. "Kalau serius saya rasa semua bisa tercapai. Kami dari Kadin dan Bappenas juga sudah bekerja sama," kata dia.