Wamen BUMN Lihat Sektor Energi Jadi Pendongkrak Pemulihan Ekonomi
Peran badan usaha milik negara atau BUMN harus lebih besar untuk mendongkrak pemulihan ekonomi nasional. Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury menyebut pihaknya akan mendorong perusahaan pelat merah di bidang energi.
Misalnya, Pertamina yang akan melakukan investasi sebesar US$ 10 miliar (sekitar Rp 140 triliun) pada tahun ini. "Kami berharap penanaman modal ini akan mendorong kegiatan ekonomi," ujarnya dalam acara Prospek BUMN 2021 sebagai Lokomotif PEN dan Sovereign Wealth Fund, Kamis (4/3).
Kementerian BUMN juga akan merampungkan pembentukan holding baterai, Indonesia Battery Corporation, pada paruh pertama 2021. Induk usaha ini berisi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) alias MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT PLN (Persero), dan PT Pertamina (Persero).
Pahala berharap Indonesia Battery Corporation dapat segera terbentuk dan dapat terintegrasi dari hulu ke hilir. "Kami berharap industri baterai tersebut betul-betul menjadi masa depan, khususnya di sektor energi baru terbarukan," kata Pahala.
Indonesia, menurut dia, harus memanfaatkan momentum untuk menjadi negara dengan perekonomian nomor lima terbesar dunia pada 2040. Pemerintah menargetkan negara ini akan mandiri di tiga sektor utama, yakni energi, pangan, dan kesehatan.
Mitra untuk Indonesia Battery Corporation
Pemerintah tengah menanti calon mitra untuk masuk dalam bisnis baterai. Ada tujuh perusahaan global yang tertarik masuk dalam proyek itu. Dua perusahaan yang serius, yakni Contemporary Amperex Technology (CATL asal Tiongkok dan LG Chem dari Korea Selatan. Sedangkan Tesla asal Amerika Serikat masih melakukan penjajakan dengan pemerintah.
Pemerintah terus bernegosiasi dengan Tesla. Namun saat disinggung mengenai progresnya, Deputi Investasi & Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto enggan membeberkan lebih lanjut.
Penyebabnya, Indonesia telah mengantongi non-disclosure agreement (NDA) alias perjanjian larangan pengungkapan informasi. "Saya masih ada NDA dengan Tesla. Tidak bisa berbicara banyak," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (2/3).
Di tengah proses itu, pada pekan lalu pendiri dan bos Tesla Elon Musk menyatakan kekhawatirannya pada komoditas nikel. Barang tambang ini menjadi bahan baku utama untuk memproduksi baterai. Namun, ketersediaanya tak sesuai dengan keinginan produsen mobil listrik asal Amerika Serikat itu.
Apabila kondisi tak berubah, Musk bakal mengganti nikel dengan katoda berbahan dasar besi. “Nikel adalah kekhawatiran utama kami untuk meningkatkan produksi baterai lithium-ion. Karena itu, kami mengubah (baterai) ke katoda besi. Banyak besi (dan lithium)!,” cuitnya dalam akun Twitter @elonmusk, Jumat (26/2).
Mengutip dari Reuters, pada tahun lalu sebenarnya Musk pernah memberi sinyal pada penambang nikel dunia untuk menggenjot produksinya dalam skala besar. Bahkan Tesla menjanjikan kontrak besar untuk jangka panjang yang dapat menjamin pasokan perusahaan.
Satu hal yang menjadi syarat utama bagi para pemasok adalah para penambangnya harus memperhatikan faktor lingkungan. Syarat ini juga yang Tesla berikan kepada pemerintah Indonesia, selaku produsen nikel terbesar dunia, dalam negosiasi bisnis baterai.