Tiga Alasan Pengembangan Nuklir dalam RUU EBT Harus Ditinjau Ulang

Image title
16 April 2021, 10:46
nuklir, ruu ebt,
123rf.com/Vaclav Volrab
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir, PLTN

Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, mengatakan arah pengembangan energi nuklir dalam RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) perlu dikaji ulang. Pasalnya masuknya nuklir dalam pembahasan RUU EBT masih menjadi pro-kontra.

Pasal 6 RUU EBT menyebutkan bahwa sumber energi baru terdiri atas nuklir dan sumber energi baru lainnya. Selanjutnya, Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa Nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dimanfaatkan untuk pembangunan pembangkit daya nuklir.

Pasal 7 ayat (2) RUU EBT mengatur bahwa pembangkit daya nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pembangkit listrik tenaga nuklir dan pembangkit panas nuklir.

"Ketentuan ini dan berbagai ketentuan lainnya dalam RUU EBT menimbulkan perbincangan sejumlah kalangan," kata Akmaluddin Rachim dalam keterangan tertulis, Jumat (16/4).

Dia menambahkan bahwa perdebatan soal pengaturan nuklir dalam RUU EBT ini dikarenakan beberapa hal. Pertama, tidak adanya urgensi dan penjelasan yang memadai dalam naskah akademik RUU EBT yang menggambarkan adanya kebutuhan mendesak dalam penggunaan energi nuklir sebagai sumber pembangkit listrik.

Kedua, pengaturan soal nuklir yang cenderung akan ditarik dari pengaturan induknya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Ketiga, ketentuan yang telah dinyatakan dalam Pasal 11 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang pada pokoknya menyebutkan pengembangan energi nuklir sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.

Adapun beberapa permasalahan lain yang memicu perdebatan di masyarakat adalah terkait kesiapan dan kemampuan SDM serta teknologi yang dimiliki dalam mengelola pemanfaatan energi nuklir. Berikutnya juga terkait dengan problem keselamatan, keamanan dan mitigasinya.

Hal yang tidak kalah penting juga karena terkait kebijakan global, yaitu prosedur penggunaan dan pengembangan energi nuklir sebagai sumber pembangkit listrik yang harus mengacu persetujuan dunia internasional dan berbagai ratifikasi konvensi internasional.

"Ada banyak syarat yang harus dipenuhi jika ingin mengembangkan energi nuklir sebagai sumber pembangkit listrik. Hal yang paling banyak mendapat perhatian publik tentu terkait dengan dampak yang ditimbulkan bila terjadi kebocoran nuklir,” kata Akmaluddin.

Oleh sebab itu, pengaturan energi nuklir dalam RUU EBT ini sebaiknya dikaji ulang. Pemangku kepentingan perlu kebijaksanaan untuk mengambil sikap terkait kebijakan pengaturan dan arah pengembangan energi nuklir ke depannya di Indonesia.

“Banyak prasyarat yang harus dilengkapi dan memperhatikan kebutuhan serta kesiapan dalam penggunaan energi nuklir," ujarnya.

Dia juga menegaskan pengembangan dan pengelolaan energi nuklir ini seharusnya diatur khusus dalam undang-undang nuklir. Politik hukum terkait nuklir ini telah diatur sekian lama namun memang membutuhkan perubahan.

Untuk itu, menurut dia pemerintah dan DPR sudah saatnya merevisi Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Seperti diketahui, kebijakan pengembangan Energi Nuklir saat ini dipandang bukan lagi menjadi opsi terakhir.

Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya mengatakan bahwa energi nuklir jangan ditempatkan sebagai opsi terakhir pengembangan energi seperti yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...