Barito Pacific Minta Aturan Perdagangan Karbon Utamakan Pasar Domestik
PT Barito Pacific Tbk mendukung pemerintah dalam menyusun peraturan presiden (Perpres) yang akan menjadi landasan hukum perdagangan karbon. Perusahaan juga berencana menerapkan jual-beli karbon antar-anak usahanya.
Direktur Utama Barito Pacific Agus Salim Pangestu berharap agar aturan yang diselipkan dalam Perpres perdagangan karbon lebih sederhana. Kredit karbon harus menjadi mata uang yang dapat diperdagangkan ke semua industri.
"Jadi bayangin kalau anda beli listrik dari PLN, bisa pilih carbon credit supaya power consumption di rumah net zero," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (22/4).
Oleh sebab itu, targetnya harus mengutamakan prioritas pasar domestik terlebih dahulu. Pasalnya, aturan internasional kerap tak konsisten dan sering berubah.
Imbasnya, Star Energy selaku anak usaha yang bergerak di sektor energi terbarukan kesulitan dalam menjual karbon di pasar internasional. "Aturan jelimet, mahal, dan rubah-rubah seenaknya, tapi juga laku tuh," ujarnya.
Oleh sebab itu, Barito tidak memiliki rencana melakukan jual-beli kredit karbon dengan asing. Justru perusahaan akan lebih memfokuskan rencana jual-beli kredit karbon antar anak usaha yang saat ini tengah dipersiapkan.
Menurut Agus perusahaan hanya ingin supaya anak usaha yang tidak hijau dapat berpartisipasi. Terutama dalam menjalankan proyek yang lebih ramah lingkungan serta dapat mengurangi polusi. "Sehingga proyek yang green bisa lebih ekspansif," katanya.
Ia pun berharap dengan langkah ini dapat menciptakan ekosistem yang berkelanjutan. Khususnya dalam mengimplementasikan proyek hijau di dalam grup perusahaan.
Sebelumnya, pihaknya berencana menerapkan jual-beli emisi karbon antar-anak usahanya. Mekanismenya yaitu, ketika PT Chandra Asri Petrochemical Tbk defisit karbon dua juta ton per tahun, maka dapat membeli emisi dari PT Star Energy yang surplus lima juta ton per tahun. “Tujuannya paling tidak carbon neutral,” katanya
Selanjutnya uang yang Star Energy terima nantinya untuk melakukan ekspansi di bidang energi baru terbarukan atau EBT. Cara ini, menurut dia, dapat membuat perusahaan jauh lebih baik dalam menyikapi isu perubahan iklim.
Aturan perdagangan karbon di dunia selama ini rumit dan kerap berubah-ubah. Banyak negara telah mencoba tapi berhenti di tengah jalan karena keruwetan sistem perdagangannya.