G20 Berpeluang Capai Kesepakatan untuk Mengakhiri Penggunaan Batu Bara
Kelompok 20 negara berpotensi membuat kesepakatan untuk mengakhiri pembiayaan proyek batu bara internasional pada pekan ini dalam pertemuan di Roma. Hal ini akan menandai langkah terbesar yang telah diambil pemerintah berbagai negara untuk menghapus bahan bakar fosil paling kotor.
“Kesepakatan seperti itu dapat mengurangi emisi karbon dioksida hingga 230 juta ton per tahun,” kata Direktur Program di Global Energy Monitor Christine Shearer dikutip dari Bloomberg.
Pengurangan emisi karbon tersebut hampir setara dengan emisi tahunan gabungan Belgia dan Nigeria, sebagian besar datang dari Cina. Pada September, masih terdapat 44 dari 50 rencana proyek batu bara internasional di berbagai negara yang telah mendapat kesepakatan pendanaan.
“Kesepakatan untuk mengakhiri pembiayaan batu bara secara Internasional pada tingkat G-20 akan menjadi awal dari berakhirnya pembangkit listrik batu bara baru di sebagian besar dunia,” kata Shearer.
Kesepakatan terbaru ini akan membuat proyek batu bara tidak menarik lagi untuk dibiayai dan memberikan prospek ekonomi yang buruk bagi pembangkit batu bara baru.
Pakta tersebut tidak memenuhi harapan Inggris dan Italia bahwa ekonomi utama dunia akan setuju untuk menghentikan penggunaan batu bara domestik sebelum pembicaraan iklim PBB dimulai di Glasgow, Skotlandia, segera setelah pertemuan G-20.
Namun, tujuan yang lebih kecil yakni mengakhiri pembiayaan luar negeri untuk proyek batu bara sempat menjadi sesuatu yang mungkin sulit dicapai hingga Presiden Cina Xi Jinping mengatakan kepada Majelis Umum PBB pada September bahwa negaranya akan berhenti membangun pembangkit di luar negeri.
Momen itu adalah titik balik setelah Cina selama berbulan-bulan menantang negosiasi internasional tentang masa depan batu bara. Pada awal tahun, pemerintah Italia, yang memegang kepresidenan bergilir G-20 mengatakan ingin negara-negara setuju untuk mengakhiri pembakaran batu bara.
Negara-negara Eropa tengah berupaya mengakhiri penggunaan batu bara di dalam negeri. Salah satunya oleh Inggris yang berencana menutup semua pembangkit listrik batu bara domestik dalam beberapa tahun ke depan. Namun, Cina sepertinya belum siap untuk mengambil langkah itu.
Pada Juni, Inggris meminta para pemimpin Kelompok Tujuh untuk mengakhiri penggunaan batu bara domestik. Namun, Presiden AS Joe Biden tidak menyejui usulan ini sehingga kelompok tujuh negara terkaya ini membuat kesepakatan yang lebih kecil, yakni menghentikan pembiayaan pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negara mereka sendiri.
Kini, pertemuan G20 berpotensi mencapai kesepakatan serupa. Di kelompok negara ini ada Cina, India, dan Indonesia yang bergantung pada batu bara. Ini merupakan langkah penting, tetapi masih menyisakan tugas besar di depan terkait penggunaan batu bara domestik.
Pembangkit batu bara dengan kapasitas mencapai 38 gigawatt berhasil ditutup pada 2020, memecahkan rekor terbesar sepanjang sejarah. Langkah ini paling banyak dilakukan AS dan Eropa. Namun, rekor penutupan ini kalah oleh pembangkit baru yang direncanakan untuk dibangun Cina dengan kapasitas total 39 gigawat.
Krisis energi yang mengguncang Eropa dan Asia telah memperkuat argumen dari para pendukung bahan bakar fosil bahwa dunia belum siap untuk melepaskan batu bara, minyak, dan gas. Bisa jadi, negara-negara pencemar terbesar akhirnya memutuskan bahwa mereka tidak siap untuk mengucapkan selamat tinggal pada bahan bakar yang murah dan kotor.
Berbicara di London pada Kamis pagi, Utusan Khusus Iklim Kepresidenan AS John Kerry mengatakan akhir dări penggunaan batu bara tetap menjadi tantangan dan dia berharap teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon akan membuat tugas itu lebih mudah.
“Yang kami butuhkan bukanlah banyak tudingan jari dan teriakan pada negara-negara, tetapi untuk menanyakan apa yang kami butuhkan untuk membawa mereka,” katanya.