Rancangan Permen Co-firing Masih Berkutat Soal Harga Biomassa
Rancangan Peraturan Menteri (Permen) terkait program co-firing biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga kini belum rampung. Kementerian ESDM masih perlu waktu untuk membahasnya kembali dengan para pemangku kepentingan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan pembahasan masih berkutat pada isu utama yakni harga biomassa. Sehingga diperlukan pembahasan yang lebih lanjut dengan berbagai pihak.
"Isu utamanya terkait harga biomassa dan juga penerapan kebijakan ini, apakah mandatory atau bukan," kata Dadan kepada Katadata.co.id, Jumat (4/2).
Dadan menjelaskan proses penyusunan Permen ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Pertama, belum adanya payung hukum yang diterbitkan pemerintah mengenai program co-firing biomassa.
Kedua, PLN tengah menguji co-firing pada sejumlah PLTU batu bara yang dimiliki Unit Induk dan Anak Perusahaan, tujuh diantaranya telah memasuki tahap implementasi komersial.
Ketiga, PLN telah mengeluarkan Perdir PLN Nomor 001 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar batu bara dengan Bahan Bakar Biomassa.
Keempat, Surat Direktur Pengadaan Strategis 1 PT. PLN Nomor 0622 DAN.01.01/A010300/2020 pada 15 April 2020 perihal Permohonan Penerbitan Kebijakan Teknis dalam Pelaksanaan Kegiatan co-firing PLTU dan surat Direktur Mega Proyek PT PLN (Persero) Nomor 15461/KIT.10.01/B01040000/2020 27 Juli 2020 perihal Permohonan Penerbitan Kebijakan Teknis Pelaksanaan Kegiatan Cofiring.
"Tujuan, mendorong pencapaian target bauran EBT melalui program co firing biomassa pada PLTU batu bara dan menciptakan iklim investasi yang baik bagi industri biomassa domestik," katanya.
Seperti diketahui, PLN akan melanjutkan program co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara di sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tahun ini. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya perusahaan dalam menggenjot bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi sebelumnya mengatakan PLN menargetkan implementasi co-firing di delapan lokasi PLTU pada tahun ini. Dari delapan PLTU tersebut, pasokan biomassa yang dibutuhkan setidaknya mencapai 450 ribu ton dengan energi biomassa yang dihasilkan sebesar 340 Giga Watt hour (GWh).
Sementara, hingga akhir 2021, program co-firing yang sudah dijalankan perusahaan setrum pelat merah ini telah berlangsung di 27 lokasi PLTU. Adapun energi yang dihasilkan dari implementasi tersebut mencapai 269 GWh dan menggunakan biomassa sebanyak 285 ton.
Meski begitu, harga biomassa untuk bahan baku program co-firing PLTU hingga kini masih mengacu pada aturan di internal perusahaan. Sebab belum ada aturan baku mengenai penetapan harga biomassa.
PLN menjanjikan akan terus mengevaluasi untuk dapat meningkatkan jenis dan kuantitas biomassa yang dapat digunakan sebagai pengganti batu bara. "Pasokan biomassa dapat melalui kerja sama sinergi BUMN, partisipasi pihak swasta dan Pemda setempat bersama masyarakat yang membentuk ekosistem listrik kerakyatan," kata Agung.