Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah RUU EBET Tunggu Surat Presiden
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) masih berlanjut pasca disahkan menjadi RUU usulan DPR di Rapat Paripurna pada pertengahan Juni lalu.
Saat ini, pembahasan RUU EBET menunggu Surat Presiden (Surpres) sebagai tiket untuk lanjut ke pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) bersama Kementerian ESDM.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan DIM akan dibahan di rapat Panja usai DPR menerima Surpres. Adapun saat ini DIM masih disusun oleh Kementerian ESDM.
"Sebelum membahas DIM, harus menunggu Surpres yang dikirimkan kepada DPR sebagai trigger untuk memulai pembahasan dengan Tim dari Kementerian ESDM," kata Eddy kepada Katadata.co.id pada Jumat (22/7).
Setelah pembahasan DIM tuntas, RUU EBET akan dibawa lagi ke rapat paripurna untuk dilakukan pengesahan tahap kedua dan selanjutnya disahkan oleh presiden.
Sementara itu Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan bahwa saat ini DIM dimaksud sedang dalam proses penyusunan oleh kementerian yang ditunjuk dengan mengacu Pasal 49 UU 12 Tahun 2011 juncto UU 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Bapak Presiden telah menunjuk kementerian yang akan mewakili pemerintah untuk pembahasan bersama DPR disertai dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) bersama2 dengan perwakilan Kementerian Hukum dan HAM," kata Dadan kepada Katadata.co.id.
Adapun RUU EBET telah mencakup poin-poin penting terkait energi baru dan energi terbarukan sebagai berikut:
- Sumber EBET mencakup seleruh jenis energi terbarukan dan energi baru seperti nukulir, hidrogen dan energi baru lainnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat.
- Pengaturan mengenai Transisi Energi dan Penetapan Peta Jalan Pengembangan EBET.
- Ketentuan Pengelolaan Nuklir untuk pembangkit, termasuk kelembagaannya
- Perizinan Berusaha Pengusahaan EBET di sisi Hulu
- Harga EBET berupa harga patokan tertinggi, harga kesepakatan, dan harga penugasan dalam harga patokan dan kesepakatan tidak berhasil
- Insentif Fiskal dan Non Fiskal untuk Pengembangan EBET
- Dana EBET yang bersumber dari APBN, APBD, pungutan ekspor, perdagangan karbon, sertifikat Energi Terbarukan, serta sumber pendanaan lain yg sah.
- Pengutamaan Produk dan Potensi Dalam Negeri
- Kewenangan Pusat dan Daerah kaitannya dengan pembinaan dan pengawasan EBET
- Partisipasi Masyarakat
- Penelitian dan Pengembangan EBET
Dadan mengatakan bahwa RUU EBET ketika telah disahkan menjadi UU, diharapkan akan menjadi landasan hukum yang kuat, komprehensif, dan menjamin kepastian hukum untuk pengembangan dan pemanfaatan sumber daya energi baru dan energi terbarukan.
"Sebagai upaya mencapai target pemanfaatan EBET dalam bauran energi nasional dan melaksanakan komitmen Indonesia untuk Net Zero Emission," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Komisi Energi DPR Sugeng Suparwoto menyatakan RUU EBET akan disahkan sebelum acara puncak KTT G20 di Bali pada November mendatang.
“Insya Allah sebelum agenda G20 pada November, kita sudah (punya) UU Energi Baru dan Terbarukan,” kata Sugeng dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM pada Selasa (7/6).
Sugeng berharap agar unsur Pemerintah bisa segera merespons draf RUU EBT dalam bentuk Surat Presiden dan disertai dengan lampiran DIM.
“Memang ada tenggat waktu, maksimal adalah 60 hari. Tapi kami semua berharap begitu semua dikirimkan oleh DPR akan segera direspon untuk kita segera membahas dan membentuk panja RUU EBT yakni antara pemerintah dan DPR,” ujar Sugeng.
Dalam draf RUU EBT, sumber energi baru yang tertulis di Pasal 9 mencakup sumber energi nuklir, hidrogen, gas metana batu bara, batu bara tercairkan, dan batu bara tergaskan.
Sementara itu, sumber energi terbarukan mencakup sumber energi panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian dan perkebunan, limbah atau kotoran hewan ternak, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
Nantinya, sebagaimana tertulis di Pasal 36 RUU EBT, pengusahaan energi terbarukan digunakan untuk pembangkit tenaga listrik, kegiatan industri, dan transportasi.