Krisis Energi, Emisi Karbon UE Malah Turun ke Level Terendah 30 Tahun
Krisis energi yang terjadi di Eropa dengan negara-negara berebut untuk mengganti gas Rusia dengan batu bara yang sangat berpolusi tinggi seharusnya menaikkan level emisi karbon yang dihasilkan kawasan tersebut.
Namun menurut Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), musim dingin di Eropa kali ini adalah yang terbersih dengan level emisi karbon terendah dalam lebih dari 30 tahun terakhir.
“Krisis energi mendorong penggunaan bahan bakar fosil diperkirakan menyebabkan peningkatan emisi Uni Eropa. Namun ini didasarkan pada kesalahpahaman,” kata analis CREA Lauri Myllvirta dalam sebuah laporan, seperti dikutip Forbes, Selasa (10/1).
Sepanjang tahun, UE meningkatkan impor bahan bakar fosil dari berbagai sumber di seluruh dunia. Utilitas Eropa berebut untuk menggantikan pasokan energi dari Rusia setelah negara itu memangkas pengiriman gas ke Eropa dan Eropa melarang impor batu bara dari negara itu.
Sementara itu, musim panas menyebabkan kekeringan parah yang berdampak pada produksi listrik tenaga air. Di sisi lain pembangkit nuklir tak banyak membantu dalam menyuplai kebutuhan energi di Eropa.
Sementara Jerman memilih untuk melakukannya tanpa tenaga nuklir, Prancis memiliki sejumlah besar pembangkit listrik yang menganggur untuk perbaikan dan pengisian bahan bakar.
Semua faktor ini mendorong Eropa untuk mengimpor lebih banyak bahan bakar fosil, dan banyak analis memperkirakan emisi akan meningkat karena peningkatan konsumsi bahan bakar fosil tersebut.
“Tetapi pada akhir musim gugur, harga gas yang tinggi telah menekan permintaan bahan bakar fosil, sementara energi angin dan matahari mencetak rekor produksi (untuk musim dingin) untuk membuat perbedaan,” kata Myllyvirta. “Pembangkit air juga pulih dari musim panas yang kering.”
Emisi turun di sektor listrik dan di seluruh ekonomi. “Total emisi CO2 telah turun sejak Juli, ditarik oleh pengurangan dramatis dalam penggunaan gas fosil di industri dan bangunan,” tulis laporan tersebut.
Emisi karbon Eropa turun menjadi kurang dari 8 metrik ton per hari, dibandingkan dengan lebih dari 10 Mt/hari pada 1990. Penurunan emisi mungkin akan lebih nyata seandainya Prancis dapat memulai kembali lebih banyak pembangkit nuklir yang tidak beroperasi.
“Operator tenaga nuklir Prancis EDF belum dapat memenuhi targetnya untuk memulai kembali reaktor, menghasilkan produksi nuklir yang mencapai rekor terendah, sekali lagi, pada bulan November,” tulis Myllyvirta. Emisi tetap turun.
Cuaca ringan dapat menjelaskan sebagian dari penurunan emisi bulan November, tetapi tidak pada Desember. “Paruh pertama Desember cuacanya ebih dingin dari tahun sebelumnya. Namun, total emisi tetap jauh di bawah level tahun 2021, menunjukkan bahwa pengurangan penggunaan gas dan listrik bukan hanya karena cuaca,” ujarnya.
Emisi sektor tenaga mulai meningkat lagi pada bulan Desember, karena sektor ini terus diganggu oleh kinerja nuklir yang buruk, dan kondisi angin juga sangat tidak menguntungkan, tetapi pengurangan penggunaan gas di luar sektor tenaga membuat emisi turun secara keseluruhan.
Produksi tenaga angin melonjak di Belgia, Prancis, Italia, Belanda, dan khususnya Jerman, sementara produksi tenaga surya meningkat di sembilan negara, dipimpin oleh Polandia. Namun, peningkatan produksi dikerdilkan oleh penurunan dramatis dalam keseluruhan pembangkit listrik, yang dipimpin oleh penurunan gas fosil.
Pengamatan CREA sesuai dengan tren yang dilaporkan pada bulan Oktober oleh International Energy Agency. Intensitas karbon pasokan energi dunia menurun berkat energi terbarukan. Energi terbarukan mengimbangi penggunaan batu bara yang diperkirakan akan meningkat karena invasi Rusia ke Ukraina.
“Meskipun krisis energi yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina telah menopang permintaan batu bara global pada tahun 2022 dengan membuat gas alam jauh lebih mahal,” kata IEA, “peningkatan emisi batu bara yang relatif kecil telah jauh lebih besar daripada perluasan energi terbarukan. ”