PLN: Insentif Kendaraan Listrik dapat Turunkan Emisi Karbon hingga 40%
Pemerintah akan memberikan insentif kendaraan listrik mulai 20 Maret 2023. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan kebijakan ini merupakan langkah pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dan gas rumah kaca di sektor transportasi.
Darmawan menjelaskan bahwa emisi GRK pada 2020 sebesar 280 juta metrik ton emisi CO2. Angka itu dapat meningkat menjadi 860 juta metrik ton emisi CO2 jika strategi bisnis tidak diubah.
“Apabila, kita moving forward dengan strategi business as usual maka emisinya akan meningkat dari 280 juta di tahun 2020 akan meningkat menjadi 860 juta metrik ton emisi CO2 per tahunnya pada 2060,” ujarnya dalam jumpa pers di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (10/3).
Oleh karena itu, lanjut Darmawan, pemerintah mencanangkan suatu strategi untuk mengurangi emisi GRK di sektor transportasi melalui pergeseran transportasi berbasis bahan bakar minyak (BBM) menjadi listrik.
“Dengan catatan sudah ada Perpres 55 di tahun 2019 kemudian ada aturan pendukungnya dan kali ini langsung langkah-langkah nyata pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 7 juta apabila ada pembelian kendaraan motor listrik yang berbasis pada baterai,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menilai transportasi berbasis listrik juga akan menggeser dari energi yang berbasis impor menjadi energi yang berbasis domestik. Alasannya, kata dia, konsumsi minyak kita saat ini sekitar 1,5 juta barel per hari (bph), namun produksi minyak hanya sekitar 650 ribu bph.
“Untuk itu, pergeseran dari transportasi yang berbasis BBM ke listrik itu mengubah energi yang tadinya berbasis pada impor berubah menjadi energi yang berbasis pada kekuatan domestik,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Darwaman, transportasi berbasis listrik juga akan menggeser dari energi mahal menjadi energi yang lebih murah. Perhitungannya adalah harga per liter bensin minimal Rp 10.000 per liter, sedangkan energi ekuivalen listrik untuk per liter bensin hanya sekitar 1,5 kwh.
“Kalau harga keekonomian itu sekitar Rp 1.500. Jadi, listrik ekuivalen 1 liter bensin itu hanya sekitar Rp 2.500 saja. Artinya, ini juga bergeser dari energi yang mahal menjadi energi yang lebih murah,” kata dia.
Berikutnya, transportasi berbasis listrik juga dapat mengurangi emisi GRK. Dengan 1 liter bensin menghasilkan emisi sekitar 2,4 kg CO2, 1 liter solar 2,6 kg CO2.
“Ini setara dengan 1,5 kWh listrik. 1 kWh listrik kalau listriknya dari batu bara itu (emisinya) 1 kilogram per kWh. Jadi, kalau 1,5 kWh, artinya hanya 1,5 kilogram CO2 per satu liter listrik ekuivalen. Artinya, sudah pengurangan sebesar 40% kalau listriknya dari batu bara,” ujarnya.
Oleh karena itu, pergeseran transportasi dari BBM ke listrik adalah upaya pemerintah untuk mencapai net zero emission (NZE) di sektor transportasi.
Mulai 20 Maret 2023, pemerintah akan memberikan subsidi untuk motor listrik sebesar Rp 7 juta per unit, yakni untuk pembelian baru sebanyak 200.000 unit dan konversi dari motor BBM menjadi motor listrik 50.000 unit.
Kementerian Perindustrian selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) program ini menyiapkan skema bantuan pembelian kendaraan listrik, sehingga diharapkan kebijakan tersebut dapat tepat sasaran.
Produsen KBLBB dalam negeri mendaftarkan jenis kendaraan yang akan dimasukkan dalam program ini dengan ketentuan telah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 40%. Kemudian, lembaga verifikasi akan melakukan verifikasi terhadap vehicle identification number (VIN) yang disesuaikan dengan TKDN.
Selanjutnya, dilakukan pendataan melalui dealership dan berkoordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terkait proses verifikasi. Setelahnya, bank Himbara melakukan pembayaran penggantian kepada produsen.