Aturan TKDN Dinilai Hambat Laju Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT

Nadya Zahira
16 Agustus 2023, 17:04
tkdn, ebt, pembangkit listrik
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Aturan TKDN dalam RUPTL 2021-2030 dinilai berpotensi menghambat proyek-proyek EBT, salah satunya TKDN untuk pembangkit surya yang mencapai 60%.

Pemerintah menerapkan aturan pemenuhan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik alias RUPTL 2021-2030. PLN wajib mengakomodir TKDN untuk proyek-proyek energi baru terbarukan (EBT).

Menanggapi hal tersebut, Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menilai aturan tersebut dapat menghambat laju pembangunan pembangkit EBT. Sebab, belum ada manufaktur yang bisa mencapai TKDN yang ditetapkan pemerintah.

Salah satu yang dinilai menghambat yaitu TKDN untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang mencapai 60%. “Adanya TKDN dapat menghambat, karena hal ini sukar sekali memang, terutama untuk proyek-proyek BUMN seperti PLN, Pertamina,” ujar Fabby kepada Katadata.co.id, Rabu (16/8).

Dia menyebutkan, alasan lainnya yang membuat TKDN menghambat proyek EBT yakni harga modul buatan dalam negeri lebih mahal 20%, dibandingkan dengan modul impor. Dengan begitu, ini menjadi tantangan bagi proyek-proyek BUMN. “Jadi karena itu maka banyak proyek-proyek energi terbarukan yang delay (tertunda),” ujarnya.

Namun demikian, dia mengatakan untuk TKDN yang diterapkan pada panas bumi sebesar 20% tidak akan menjadi hambatan dalam pembangunan pembangkit energi terbarukan. Menurut dia, hambatan terjadi tergantung dari besaran TKDN yang ditetapkan untuk teknologi energi terbarukannya itu.

“Jadi tergantung juga TKDN nya untuk jenis teknologi apa. Tidak semuanya kemudian menghambat energi terbarukan,” kata dia.

Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada pemerintah harus lebih realistis soal TKDN. Artinya, pemerintah harus mengembangkan rantai pasok jika ingin mempunyai tingkat TKDN yang tinggi.

Dia mencontohnya, untuk PLTS bisa memulai rantai pasok dengan membuat sel surya yang komponennya berasal dari dalam negeri sampai dengan pendukungnya, misal kaca yang khusus untuk modul surya yang juga terbuat dari dalam negeri. “Tapi, itu semua semua butuh waktu yang cukup lama sekitar tiga tahun menurut saya,” kata dia.

Menteri ESDM Minta TKDN Dilonggarkan

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyarankan aturan TKDN dilonggarkan demi mempercepat pengembangan pembangkit energi terbarukan di dalam negeri.

Arifin mengatakan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan harus terus berjalan, meski perlu menekan penggunaan barang atau jasa domestik.

Menurut dia, pelonggaran aturan TKDN bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan investor luar negeri yang membutuhkan pengadaan barang atau jasa sesuai pedoman pengadaan lembaga keuangan internasional selaku pemberi kredit.

"Memang harus ada pengecualian supaya program percepatan bauran energi terbarukan dan target emisi bisa berjalan. Kalau memang tidak ada, apa proyeknya harus mandek? Kan tidak," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (11/8).

Sebelumnya, Dewan Energi Nasional alias DEN memproyeksikan target bauran energi baru dan terbarukan atau EBT sebesar 23% dalam energi primer nasional pada 2025 sulit tercapai. Bauran EBT cenderung menyusut karena minimnya pengalihan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara baru.

Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim pesimistis target tercapai karena untuk mengejar target 23% diperlukan penambahan kapasitas sekitar 12 gigawatt (GW) pemanfaatan EBT dalam waktu dua tahun.

Hingga saat ini, pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional sekitar 12,3%. Apalagi, berdasarkan data Kementerian ESDM yang mencatat pertumbuhan bauran EBT di energi primer hanya naik 0,1% sepanjang 2022.

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...